Ini hari kedua kau berpulang Mid, tadi malam adalah malam pertamamu berada di pemakaman keluarga Majasari Pandeglang. Aku tidur seharian setelah menemuimu di pemakaman. Kemarin sepulang penguburan, di dalam mobil, Firman, Aku dan Anis beberapa kali keceplosan memangil Mid, padahal yang kumaksud adalah Nis, Anis. Di kepala kami, kamu masih ada Mid. Mungkin itu sebabnya aku tiduran, lelah dan berharap terbangun bahwa kemarin hanyalah mimpi. Membuka HP dan menemukan Firman bernyanyi Ali Topan Anak Jalanan lewat aplikasi smule. Suaranya sangat bagus, sangar dan jantan. Sedihnya tetap terlihat meski berusaha disembunyikannya, ada lirik yang ia lupa dibalut senyum seadanya.
***
1 Maret 2021
Bismillah. Mid apa kabarmu disana? Ada apa disana? Bagaimana rasanya? Aku benar-benar tak ingin menulisimu, tak ingin menyelesaikan tulisan tentangmu. Tapi pada akhirnya mungkin hidup harus tetap berlanjut. Aku di Teluk Palu Mid, Pantai Talise, tempat gempa, tsunami dan liquifaksi pernah bertemu dalam satu waktu. Menanti mentari berganti rembulan, bumi mulai meredup, mungkin tulisan ini berlanjut di bawah sinar rembulan, atau temaramnya lampu taman.
Aku bahkan tak tahu akan menjuduli apa tulisan ini mid. Terlalu banyak kepingan memori bermunculan. Tadinya akan kujuduli Abdul Hamid, Soe Hok Gie dari Banten. Karena teringat sebuah tulisanmu tentang persahabatan Ayahmu dengan seorang Cina yang kerap membantu keluargamu, sebagai upaya mengurai kebencian yang membabi buta. Tapi kurasa memang cocok, banyak irisannya, sama-sama UI, sama-sama aktifis, sama-sama benci ketidakadilan, berani diasingkan dari pada menyerah pada kemunafikan. Prinsip yang kebanyakan orang bisa ucapkan tapi tak bisa jalani, simbolik semata.
***
Cipocok, 7 Juli 2021
Dan Kita Membicarakan Idealisme (untuk Abdul Hamid)
kita bicara di kamar kosku
jalan nangka raya 20 semarang
tentang idealisme, tentang kebenaran, tentang keyakinan hati
kita bicara tentang masa depan
tentang kemungkinan bertahan pada idealisme
mengingat keresahan istri, ketakutan mertua, sekolah anak dan gaji pembantu
ada kebahagiaan kecil di rumah
duduk di sofa depan tivi menonton berita sore
ada kudapan, teh manis, anak-anak, dan istri yang menyiapkan makaroni lafonte
sofa belum lagi kubeli mid, istriku sedang menabung tuk mendapatkannya
ia mengidamkan sofa di depan tivi
ada ketidakberesan di luar rumah
kecurangan, keculasan, korupsi, penindasan, anak yang diperkosa, dosen penjual
nilai, mahasiswa yang diam saja,
kita diajari turun ke jalan, kita diajari tak tinggal diam
kita menjalaninya mid, di dua kota yang berbeda
berkelana kesana kemari demi sesuatu yang kita yakini
aku tak tahu mid
aku belum mengalami masa depan yang kita bicarakan
sebentar lagi akan kumasuki ia
tapi kurasa kita telah tidak menyertakan sesuatu dalam obrolan pagi itu
kita melewatkan pemilik bumi
tentunya sofaku nanti adalah pemberianNya, mungkin lewat gaji ke 13
bukankah abu bakar pernah menitipkan keluarga pada Allah dan nabinya
kenapa tak juga kutitipkan padaNya?
membuat puisi itu mudah mid, percayalah.
(mungkin chairil akan marah padaku)
Rumah Pohon, Kosan Belakang Java Mall antara akhir 2009 dan awal 2010.
**
Bagaimana kabarnya Mid? Bagaimana keadaan kehidupan setelah kematian? Aku tahu jasadmu fana, pinjaman semata, tapi ruhmu abadi. Aku juga yakin kau bergelimang bekal baik di sana, kenapa kebanyakan orang baik cepat pulang menemui Sang Pencipta? Mati muda dengan limpahan pahala. Akhirnya aku menulisimu Mid, tak ada pilihan lain, aku harus melanjutkan hidup, dan kado terbaik untukmu kurasa tak lain adalah tulisan, hadiah terbaik sebagai bentuk penghormatanku.
Kita bertemu saat SMA, kelas satu dua tak begitu kenal, hanya selewat saja. Tapi saat kelas tiga di IPS 2 kita bertemu rapat tentang rencana ke Baduy, aku mewakili 3 IPS 4 bersama Andi Nurman. Dari SMA kau sudah tunjukkan tak ingin dipandang sebelah mata, termasuk ingin hilangkan stigma bahwa IPS adalah warga kelas dua setelah IPA. Tapi memang begitu adanya acara ke Baduy sukses bikin anak IPA nyengir ingin juga tapi tak bisa, sebab kita menggeluti dunia masing-masingnya, kita pelajari manusia dan budaya, sementara yang lain harus juga serius dengan angka-angka dan rumus kimia.
Mid, makasih ya, untuk semuanya, untuk cerita malam di homestay Semarang tentang sebuah peristiwa pembunuhan di Baduy yang kemudian menjadi jalan menuju tema tesisku, untuk tumpangan transit di rumah mertua Jakarta, nginep di kosan Semarang, juga tumpangan apato di Kyoto. Untuk persabahatan Anis, Firman, Fitrullah dalam ikatan Mazhab Pakupatan. Perkawanan yang tanpa sengaja terbentuk di malam jelang ujian prajab, kita malah secara tak sengaja ngumpul di kamarmu. Aku sendiri baru beli cemilan untuk belajar sebagaimana yang lain tapi malah belok karena ramainya kamarmu, disitulah Firman, Fitrullah dan kita bertemu. Yang lain belajar, kita malah bahas kampus, dan negeri ini. Kita jugalah yang menentang saat sertifikat prajab kita akan dipungli. Akhirnya kita berangkat sendiri ke Sawangan, pakai mobil dengan bensin patungan untuk mengambil sertifikat prajab seluruh angkatan I. CPNS 2006 angkatan pertama berhutang budi padamu Mid, lolos dari pungli. Tapi seperti banyak peristiwa lainnya, kau selalu membantu dan berlalu.
Kami memantau terus perkembangan hari-hari terakhirmu, lewat Ulil lalu Anis atau Firman. Pada malam terakhirmu, saat saturasi oksigen semakin meredup, Anis menelpon menangis, Firman sudah berfirasat dan memutuskan menulis obituari. Maafkan aku tak menulisi antologimu. Aku tak mau mengenangmu beramai-ramai.
Makasih ya Mid, untuk banyak hal, untuk kenangan yang bisa ditulis berlembar-lembar. Tugasmu sudah selesai Mid, bergembiralah. Nampaknya tulisan ini memang harus dibuat untuk bisa melangkah lagi. Biar kusiapkan bekalku Mid, sampai bertemu di keabadian.
Cipocok 16 Juli 2021, 11.37 PM