Seorang kawan mengabari regulasi, tentang sesuatu yang sedang diributkan di kampusnya.
Tentang keanggotaan senat di universitas yang sudah diatur oleh Peraturan Menteri (selanjutnya disebut Permen) tapi di Peraturan Rektor (selanjutnya disebut Perek) diatur ulang dan menyimpang dari Permen. Bagaimana kajian dan akibat hukumnya?
Begini pertama kita lihat dulu bagaimana bunyi pasal yang disimpangi tersebut. Di bawah ini adalah pasal dalam Permen:
(1) Senat dipimpin oleh seorang ketua dan dibantu seorang sekretaris.
(2) Anggota Senat terdiri dari :
a. Wakil dosen dari setiap fakultas sesuai dengan bidang keilmuan
b. Rektor ex officio;
c. Para Wakil Rektor ex officio;
d. Direktur Pascasarjana ex officio;
e. Para Dekan ex officio; dan
f. Ketua Lembaga ex officio.
(3) Anggota Senat yang berasal dari wakil dosen dari setiap fakultas
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a berjumlah 4 (empat)
orang, terdiri atas 2 (dua) orang wakil dosen yang profesor dan 2 (dua)
orang wakil dosen yang nonprofesor yang dipilih oleh seluruh dosen
pada fakultas pengusul dan diusulkan oleh Dekan kepada Rektor.
(4) Apabila fakultas belum memiliki wakil dosen yang professor maka
anggota Senat dapat diganti dengan anggota dari wakil dosen yang
nonprofesor.
(5) Senat terdiri atas:
a. Ketua;
b. Sekretaris; dan
c. Anggota.
(6) Masa jabatan Ketua dan Sekretaris Senat 4 (empat) tahun dan dapat
dipilih kembali untuk 1 (satu) kali masa jabatan.
Jadi dalam Permen tersebut diatur komposisi keanggotaan senat universitas yang berasal dari dosen fakultas Ayat (2) huruf a. Cara pemilihannya diatur detail dalam ayat (3). Anggota senat wakil dosen dari fakultas jumlahnya 4 orang: dua wakil dosen yang profesor; dua wakil dosen non-profesor. Dipilih oleh seluruh dosen pada fakultas pengusul, diusulkan ke rektor melalui dekan. Jadi diatur tegas secara eksplisit dipilih oleh seluruh dosen, seluruh dosen. Ok. kita simpan dulu.
Sekarang kita lihat Pereknya
(1) keanggotaan senat dari unsur wakil dosen profesor/guru besar dan bukan profesor/guru besar dipilih oleh senat fakultas sebanyak-banyaknya 4 orang terdiri atas 2 orang profesor/guru besar dan 2 orang bukan profesor/guru besar mewakili bidang ilmu
(2)....
Ayat 2 seterusnya tidak perlu saya tuliskan, karena dari ayat (1) masalah yuridis sudah muncul, dan di sini persoalannya.
Perek di atas menyimpangi ketentuan Permen yang jadi rujukannya. Maka ini bertentangan dengan asas Lex Superior Derogat Legi Inferior (hukum yang tinggi mengesampingkan hukum yang rendah). Kenapa? karena hukum yang lebih rendah (Perek) menyimpang dari hukum yang lebih tinggi (Permen). Ini tidak saja hanya menyimpang, tapi juga membangkang dari apa yang telah diamanahkan Permen. Lalu siapa yang salah? Dilihat dari produk hukum tentu rektor. Tapi tentu saja kita tau semua peraturan ada drafternya, ada konseptornya. Maka menurut saya konseptornya keterlaluan ini menjerumuskan rektor ke dalam potensi persoalan hukum dan membuatnya seperti orang bodoh, bahkan memosisikannya secara hukum melawan menteri. Tidak hanya itu Perek a quo juga telah merampas dan tidak menghargai hak dosen yang telah dijamin oleh Permen. Dalam bahasa Roma, ini disebut Terlalu. Tidak hanya Pereknya bermasalah, tapi produk yang terlahir dari Perek itu menjadi cacat hukum, tidak sah.
Lalu apa akibat hukumnya? Legal Consequence-nya apa?
Terhadap Pereknya menjadi objectum litis untuk diajukan ke Mahkamah Agung untuk dilakukan judicial review. Terhadap produk hukumnya menjadi objek sengketa TUN di PTUN.
Sebentar, tidakkah ini dimungkinan dengan asas Lex Specialis Derogat Legi Generalis? Tidak. Kenapa demikian? Karena asas tersebut berlaku bagi hirarki peraturan perundang-undangan yang sederajat. Permen dengan Permen, Perek dengan Perek. Perek tidak boleh menyimpang dari Permen. Ia hanya bisa mengatur hal yang lebih teknis yang belum diatur Permen, tetapi tidak menciptakan norma baru. Kalau ada hal yang telah diatur secara expressis verbis dalam Permen maka Perek tidak bisa mengatur berbeda. Kalau tetap memaksa mengatur berbeda dan menyimpang itu namanya bukan lex specialis, tapi dalam bahasa jawanya, ini dikenal sebagai ngeyel, nekat, karena menempatkan dan membuka persoalan hukum.
Demikian, semoga bermanfaat, dan menjawab pertanyaan.
Cipocok, 8 Maret 2020.
Ps. Ini tulisan cepat, untuk mendalami asas-asas dan hal lain terkait tulisan, lihat lebih lanjut dalam referensi-referensi hukum, jangan lelah belajar.