Kawanku, pernahkah kau dikhianati seorang kawan, tidak dihargai, ditusuk dari belakang, digosipkan, disakiti dan banyak lagi yang menyesakkan dada?
Tenang, kau tak sendiri, tapi begini, sebelum bercerita, aku akan kutipkan sebuah hadist tentang memaafkan. Ini hadist terkenal, dengan mudah bisa dilacak dan banyak ditulis dimana2, saya ambil dari http://jamilazzaini.com/penghuni-surga/.
Suatu ketika Nabi Muhammad tengah berada dalam sebuah pertemuan. Beliau tiba-tiba berkata, “Sebentar lagi akan datang calon penghuni surga.”
Tidak lama kemudian datanglah seseorang yang sangat sederhana bergabung dalam pertemuan itu. Pada hari kedua, kejadian itu berulang. Nabi berkata, “Sebentar lagi akan datang calon penghuni surga.”
Tidak lama kemudian datanglah orang yang sama seperti hari sebelumnya. Ketika hari ketiga kejadian itu berulang, maka salah seorang sahabat penasaran dan datang menginap di rumah orang itu.
Ternyata, setelah sahabat mengamati, orang itu ibadahnya biasa saja. Karena penasaran ia kemudian memberanikan diri bertanya kepadanya, “Anda dikabarkan oleh Nabi menjadi penghuni surga, padahal ibadah Anda biasa saja. Tidak lebih rajin dan tidak lebih banyak dibandingkan saya. Boleh saya tahu apa kira-kira yang menyebabkan Anda masuk surga?”
“Saya juga tidak tahu, tetapi satu hal yang tidak pernah saya tinggalkan adalah sebelum tidur saya selalu memaafkan semua kesalahan orang lain kepada saya,” jawab lelaki sederhana itu.
***
Hadist di atas sekilas terasa ringan dan mudah, memaafkan setiap malam sebelum tidur semua orang yang menyakitimu. Jika sedang tak ada masalah, merasa tak ada yang menyakiti tentu mudah, tapi beda halnya jika kau benar-benar sakit hati karena perlakuan orang.
Kawanku, disinilah tantangannya. Kau pikir memaafkan orang itu mudah? Memaafkan bahkan menjadi salah satu core idea restorative justice, tren berhukum yg sedang mendunia. Tapi praktiknya tidaklah mudah. Di Delaware, Amerika misalnya, Kim Book mendesain sebuah program restorative justice bernama VVH (Victim Voice Heard). Ia mempersilahkan dan memfasilitasi korban yang ingin menemui pelakunya di Lapas, untuk menuangkan isi hatinya dan (biasanya) berakhir dengan memaafkan pelaku. Dari 2007 hingga 2011, kau tahu berapa korban yang sukses mau bertemu pelakunya? Hanya 11, dan tidak semuanya berakhir dengan memaafkan. Betapa tidak mudahnya memaafkan, itu mengapa memaafkan diganjar pahala yg amat besar, Ia berbuah surga.
Kawanku sudahlah, mungkin disinilah ujianmu, memaafkan. Naik kelaslah. Kau bukan sebutir pasir di pantai, kaulah pantai itu. Kau adalah ombak, bukan buihnya. Kau adalah orang besar. Apa gunanya memaksa orang mengakui kesalahannya padamu, menjelaskan betapa sakitnya dirimu, digunting dalam lipatan, disalip di tikungan, pagar makan tanaman, duri dalam daging, musuh dalam selimut, dll.
Musuhmu adalah dirimu sendiri, jangan kecilkan dirimu dengan urusan remeh temeh. Tidak ada "tapi" dalam memaafkan. Memaafkan adalah menjadi tragic hero dalam bahasa Soren Abbey Kierkegaard. Ia mengalah untuk kepentingan yang lebih besar.
Kawanku, tidakkah kau ingin berjumpa dengan Allah? Soal sakit hati itu sangat sepele, soal dunia, sangat tidak penting. Dunia bukanlah kampung asli kita, kita hanya sebentar singgah saja di sini, kampung kita adalah akhirat, tempat semua ini berujung. Kau kira kau berujung di surga? Kau kira mudah memasukinya?
Mari kita balik situasinya, kau pernah menyakiti? Berbuat salah pada seseorang? Tentu kau ingin dimaafkan, dengan amat sangat. Maka berikanlah maaf pada kawan2 yang menyakitimu, tanpa mereka memintanya.
Dan aku tak bilang itu mudah. Tapi disitulah ujianmu. Rock n Roll sajalah, lampaui lingkunganmu, naiklah setingkat ke atasnya, rugi besar kalau kau berkubang dan menggenggam erat kekesalan. Let it go beibb, it's not worth it. Serius ini.
No comments:
Post a Comment