Kebanyakan ingin agar anaknya duduk di depan. Seorang bapak yang kesiangan di Pasuruan diberitakan kebingungan karena tak ada bangku tersisa kecuali di belakang.
Saya rasa ini karena kekhawatiran orang tua yang berlebih dan mungkin tidak adanya sistem di sekolah yang mengatur tempat duduk anak.
Anak kedua saya juga kebetulan masuk SD untuk pertama kalinya hari ini. Ini hari pertamanya, tapi di SD tempatnya belajar tak ada bangku yang harus diperebutkan, jadi saya tak perlu pagi buta datang ke sekolah.
Tapi beginilah, saya tidak mengerti persis sistem SD masing-masingnya, yang jelas kerepotan macam ini tak pernah terjadi di Jepang. Di Jepang, dan umumnya berlaku seragam, tempat duduk anak dirolling tiap dua minggu sekali, sebulan dua kali.
Saya tahu ini pertama kalinya saat Syifa mengeluh tidak mau sekolah, rupanya teman bangkunya yang laki-laki usil. Kadang bekas serutan penghapus digeser berserakan ke mejanya. Ya tentu saja saya protes. Gurunya segera memberi tahu saya bahwa temannya Syifa memang trouble maker di kelas, tapi sebentar lagi waktu rolling tiba, jadi harap bersabar.
Ide rolling ini bagus, tiap anak berkesempatan berkawan dengan siapa saja, belajar mengatasi persoalan suka dan duka. Kelas yang hidup adalah kelas yang beragam. Trouble maker di kelas adalah hal yang wajar, mereka hanya butuh perhatian lebih, saya rasa saya adalah salah satunya saat masih muda.
Nah, sudah seharusnya hal-hal seperti ini bisa kita kelola, sistem rolling ini bagus sehingga tidak ada lagi orang tua subuh buta datang ke sekolah untuk membooking bangku anaknya.