KATA PENGANTAR
KUMPULAN CERAMAH RAMADHAN ini merupakan himpunan pokok-pokok uraian ceramah Ramadhan yang tercecer pada tahun 1987 – 2001 di berbagai forum kegiatan Ramadhan. Khususnya dalam forum Tarling (Tarawih Keliling) yang diselenggarakan oleh Koordinator Kegiatan Islam (KKI) Fakultas Hukum UNDIP, Badan Amalan Islam (BAI) Kodya Semarang, dan berbagai masjid di Semarang.
"Kumpulan Ceramah Ramadhan" ini berasal dari arsip naskah tercecer dalam file komputer pribadi. Awalnya tidak dimaksudkan untuk diterbitkan, karena materi ceramah/kuliah ramadhan ini bukan bidang keahlian saya. Namun dalam perkembangannya, naskah tercecer itu semakin bertambah walaupun dalam satu tahun, umumnya hanya satu-dua kali diminta memberikan "kuliah tujuh menit" ("Kultum). Oleh karena itu, dirasakan sangat disayangkan apabila naskah yang tercecer itu tidak dihimpun dan diedit. Muncullah kemudian ide untuk melakukan "inventarisasi dan dokumentasi da'wah", khususnya untuk kalangan keluarga sendiri (baik keluarga pribadi penulis maupun lingkungan intern di Fakultas Hukum dan Program S2 Hukum Undip). Rintisan ide ini telah dimulai pada tahun 2000-2001, dan terbitan kali ini bersumber dari naskah itu.
Materi yang dihimpun tidak jauh berbeda dengan pokok materi pada saat disampaikan. Oleh karena itu kebanyakan singkat-singkat dan terkadang terulang-ulang (karena umumnya berbentuk KULTUM). Materinyapun bervariasi, disesuaikan dengan forumnya; ada forum masyarakat umum, forum mahasiswa, dan forum campuran.
Semoga upaya inventarisasi dan dokumentasi da'wah ini diridhoi Allah swt. dan diharapkan ada manfaatnya untuk berbagai kalangan. Khususnya bagi mahasiswa, diharapkan dapat menjadi bagian integral dan kelengkapan materi "kurikulum pendidikan tinggi".
Dengan memanjatkan puji syukur ke hadhirat Allah swt, penulis sangat berterima kasih kepada Saudara M. Yusuf Khummaini, SHI (dosen STAIN Salatiga) yang telah memeriksa naskah ini dan masih sangat mengharapkan saran dan kritik dari berbagai kalangan atas segala kekurangan dalam penerbitan ini.
Semarang, Ramadhan 1430 H - Agustus 2009 M
Barda Nawawi Arief
DAFTAR ISI
I | RAMADHAN: BULAN PENUH BAROKAH DAN MAGHFIROH
| 1 |
II | RAMADHAN: BULAN MULTI IBADAH
| 6 |
III | PUASA : SARANA MELATIH SABAR
| 17 |
IV | AGAMA DAN KEHIDUPAN MANUSIA
| 26 |
V | MEMAHAMI MAKNA KEIMANAN DALAM MENGHADAPI ERA INFORMASI
| 44 |
VI | RAMADHAN: BULAN PENINGKATAN KUALITAS MUSLIM DAN LINGKUNGAN HIDUP
| 62 |
VII | SYUKUR KEPADA ALLAH
(Ramadhan: Bulan Yang Patut Disyukuri)
| 68 |
VIII | RAMADHAN : BULAN PENINGKATAN KUALITAS KAJIAN AL-QURAN
| 75 |
IX | AL-QURAN DAN CINTA ILMU PENGETAHUAN
| 84 |
X | AL-QURAN DAN UPAYA PENEGAKAN/ KEADILAN HUKUM
| 89 |
XI | AL-QUR'AN : SUMBER HUKUM, SUMBER "HUDAA", SUMBER "BAYAAN" DAN SUMBER "MAW'IDHOH"
| 93 |
XII | MANFAAT RAMADHAN BAGI UPAYA TEGAKNYA KEADILAN
| 98 |
Ceramah Ramadhan I
RAMADHAN: BULAN PENUH BAROKAH DAN MAGHFIROH *)
Assalamu'alaikum wr. wb.;
Para jamaah Tarawih/qiyamur Ramadhan;
- Marilah kita bersyukur dapat memasuki dan menyambut Ramadhan, "tamu agung, penghulu segala bulan" yang telah lama kita tunggu-tunggu kedatangannya. Sepatut-nya kita sambut datangnya Ramadhan ini dengan penuh rasa syukur, karena :
- kita masih diberi kesempatan untuk memasuki dan menyambut bulan ini, padahal mungkin ada di antara kita yang tidak berkesempatan menemui bulan Ramadhan ini (karena telah mendahului kita/mening-gal dunia);
- kita masih tergolong orang-orang beriman, yang terpanggil hatinya untuk melaksanakan perintah wajib puasa sebagaimana disebutkan dalam Q.S. Al-Baqoroh: 183; sepatutnya hal ini disyukuri, karena ada orang yang hatinya/imannya tetap beku, tidak mau menjalankan perintah puasa. Bulan puasa (tamu agung) itu memang telah datang, tetapi tidak datang di rumahnya; tidak datang di hatinya dan di tengah-tengah keluarganya!;
- tamu yang datang bukan sekedar tamu biasa, tetapi tamu istimewa/tamu agung yang "sangat pemurah" ("bloboh"); bulan penuh keberkatan ("syahrun mubarok") dan penuh pengampunan ("syahrul maghfiroh");
- Ramadhan : Syahrun Mubarok
Dikatakan demikian, karena bulan Ramadhan menjanji-kan banyak barokah, pahala, ganjaran :
- Hadits Anas bin Malik, menyatakan antara lain, bahwa dalam bulan Ramadhan
- mendatangi majlis ilmu : 1 langkah = 1 tahun ibadah;
- sholat berjamaah : tiap rakaat = 1 kota kenikmatan;
- taat pada orang tua: mendapat kasih sayang Allah dan Nabi menanggung dalam surga;
- istri mencari keridloan suami : pahalanya seperti Siti A'isyah dan Siti Maryam;
- mencukupi kebutuhan saudaranya : akan dicukupi 1000 kebutuhannya di hari Qiyamat;
- Di dalam hadits lain dinyatakan a.l. :
- tidurnya orang berpuasa = ibadah;
- diamnya orang berpuasa = tasbih;
- amalnya orang berpuasa, dilipatgandakan;
- do'anya orang berpuasa, dikabulkan; dan
- dosanya orang berpuasa, diampuni.
- Di dalam HR Bukhori a.l. dinyatakan :
- 1 hari puasa = dijauhkan 7 th. dari api neraka;
- Di dalam Al Qur'an (Q.S. Qodar) : malam qodar (di bulan puasa) nilainya lebih dari 1000 bulan (lebih dari 83 tahun);
- Ramadhan : Syahrul Maghfiroh
- HR (Hadits Riwayat) Bukhori-Muslim :
مَنْ صَامَ رَمَضَانَ اِيْمَانًا وَاحْتِسَابًا غُفِرَلَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ.
"Barangsiapa berpuasa di bulan Ramadhan dengan keimanan dan keikhlasan, akan diampuni segala dosa-dosanya".
Jadi jelas, bulan ramadhan merupakan "bulan Amnesti/Pengampunan" besar-besaran!
- "Maghfiroh/ampunan" merupakan kebutuhan fital manusia, karena dalam 11 bulan yang lalu mungkin tidak terasa kita telah banyak melakukan dosa dan kelalaian, antara lain:
- melalaikan sholat dan puasa (mendahulukan yang lain atau bahkan meninggalkannya sama sekali);
- segan membaca Al Qur'an, bahkan lebih suka ngobrol, ngrasani, melukai hati orang atau terbiasa mengeluarkan kata kata kotor;
- lupa bersyukur akan nikmat Allah yang demikian banyak;
- segan beramal, menolong fakir miskin atau orang tua/saudara/ kerabat yang kekurangan;
- banyak melakukan maksiat-maksiat lainnya, a.l. : durhaka/melawan orang tua; sering dusta; makan/minum yang haram; perbuatan tidak senonoh dalam pergaulan (misal "tangan gratil"); mencari rizki dengan cara-cara kotor dan tidak terpuji; dsb.
Jadi pada intinya, terlalu banyak mungkin dosa yang telah kita lakukan, baik sebagai hamba Allah, sebagai anak, sebagai orang tua, sebagai suami/istri, sebagai tetangga, sebagai buruh, sebagai majikan, pejabat/ pimpinan dsb. Oleh karena itulah kita butuh "maghfiroh".
- Namun patut dicatat, bahwa "maghfiroh" itu hanya dapat diperoleh lewat puasa dan sholat yang dilakukan dengan "iimanan wah tisaaban" yaitu :
- dengan penuh kesungguhan/keyakinan (iman); dan
- dengan kesabaran/keikhlasan, semata-mata menca-ri keridhoan Allah.
Di dalam Q.S. Ar-Ra'd: 22 dinyatakan, bahwa orang-orang yang "bersabar karena mencari keridhoan Allah"
("walladziina shobarub tighooa wajhi robbihim")
termasuk salah satu dari "mereka yang mendapat tempat kesudahan yang baik"
("ulaaika lahum 'uqbad daar")
Oleh karena itu, marilah kita bersabar di dalam menjalankan ibadah puasa dan sabar di dalam menjalankan ibadah shalat, termasuk tarawih (sholatul lail), dan amalan-amalan puasa lainnya. Semoga kita termasuk "orang-orang yang mendapat tempat kesudahan yang baik" sebagaimana dijanjikan Allah di dalam surat Ar-Ra'd di atas. Amiin.
-v-
Ceramah Ramadhan II
RAMADHAN: BULAN MULTI IBADAH *)
- Pengantar
Bulan Ramadhan merupakan :
- bulan ibadah yang sangat komplit, multi dan simultan;
- tidak hanya meningkatkan iman dan taqwa, tetapi juga ilmu dan amal;
- tidak hanya bulan melatih pengendalian hawa nafsu, menahan lapar/haus dan merasakan penderitaan orang lain (yang berarti bulan untuk mengasah/ mempertajam kepekaan rasa kemanusiaan dan kemasyarakatan), tetapi juga merupakan bulan untuk mengasah akal/ilmu; dengan kata lain : melatih kematangan kejiwaan/kerokhanian/emosional/ethika dan kematangan intelek;
- tidak hanya kematangan intelektual/rasional, tetapi yang penting "membersihkan dan memberi/mena-namkan nilai-nilai rukhaniah/ kejiwaan pada akal".
- Jadi, bulan Ramadhan "sarat/penuh dengan kuri-kulum dan silabi pendidikan manusia seutuhnya" (yang merupakan tujuan/sasaran pendidikan nasional; lihat GBHN dan UU tentang Sistem Pendidikan Nasional), yaitu mencakup kurikulum/kegiatan untuk :
- Kematangan kejiwaan/rukhaniah, ("emotional/ethi-cal maturity") : antara lain dengan kegiatan sholat lima waktu & tarawih; puasa itu sendiri dengan segala amalannya, pada hakikatnya pengendalian emosi/hawa-nafsu; tadarus, pendalaman nilai-nilai Qur'ani;
- Kematangan intelek (intellectual maturity):
antara lain dengan kegiatan pengajian/diskusi ilmiah mengenai berbagai aspek ilmu keislaman, khusus-nya kajian ilmiah mengenai berbagai aspek dari "puasa" dan "malam lailatul qadar";
Patut dicatat, bahwa salah satu karakteristik Ramadan adalah "diturunkannya Al-Qur'an" (Kitab/Bacaan/ILMU Allah) sebagaimana tersebut dalam Q.S. Al-Baqoroh: 185 :
Jadi jelas Ramadhan mengandung karakteristik keilmuan atau kematangan intelektual. Bulan Ramadhan, bulan "gerakan MEMBACA/menuntut ILMU"; jadi merupakan bulan "memberantas kebodohan".
- Kematangan sosial (social maturity) :
yaitu dengan kegiatan beramal, infaq, zakat dsb.
- Jadi bulan Ramadhan mengandung TRILOGI Kurikulum/Silabi yang mencakup masalah : (1) Iman dan Taqwa; (2) Ilmu; dan (3) Amal;
- Itulah "kurikulum lengkap" (KURKAP) atau "kuriku-lum utuh" (KURTUH) yang disebutkan di dalam Q.S. Al-Fathir ayat 29 sebagai "perniagaan yang tidak akan merugi" ("tijaarotan lan tabuur"). Jadi jelas merupakan KURMINTU (kurikulum jaminan mutu).
Surat Al-Fathir:29 itu lengkapnya berbunyi sbb. :
"Sesungguhnya orang-orang (1) yang membaca Kitab Allah dan (2) mendirikan shalat dan (3) menafkahkan sebagian dari rizki yang Kami anugerahkan kepada mereka dengan diam-diam dan terangterangan, mereka itu mengharapkan perniagaan yang tidak akan merugi".
Perhatikan ketiga unsur kurikulum yang terkandung di dalam Q.S.. Al-Fathir di atas, yaitu :
- "Yatluuna kitaballah" à ILMU.
- "aqoomush sholaah" à IMAN & TAQWA
- "anfaquu mimma rozaqnahum" à AMAL
- Ramadhan : bulan pendalaman agama.
Setelah uraian umum/pengantar di atas, bahwa bulan Ramadhan merupakan bulan yang sarat dengan berbagai kegiatan, maka dalam kesempatan ini uraian akan difokuskan pada thema "Ramadhan sebagai bulan pendalaman agama/ilmu agama".
- Pertama-tama patut dicatat, bahwa janganlah di-"dikhotomi"-kan, bahwa :
- ilmu untuk "dunia", dan
- agama untuk "akhirat",
karena Agama Islam (Al-Qur'an) pada hakikatnya tidak hanya ilmu/petunjuk untuk akhirat, tetapi juga mengandung ilmu/petunjuk untuk dunia (tegasnya: untuk "bagaimana seharusnya hidup di dunia"). Oleh karena itu agama/ilmu agama pun harus dipelajari/ digali. Hadist Nabi:
man arodad dunya fa 'alaihi bil ilmi wa man arodal akhirota fa alaihi bil ilmi faman aroda humaa fa alaihi bil ilmi
("Barangsiapa menghendaki kebahagiaan (hidup) di dunia maka dengan ilmu, dan barangsiapa menghendaki kebahagiaan (hidup) di akhirat maka dengan ilmu, maka barangsiapa menghendaki kebahagiaan keduanya maka dengan ilmu).
- Mengapa (ilmu) agama perlu digali?
- karena agama (petunjuk hidup) pada hakikatnya merupakan bagian dari "keperluan/ kebutuhan/ sarana/dukungan hidup" ("needs/means of living").
Penjelasan :
- Di dalam Q.S. Ar-Rum:40 ditegaskan,
Allah tidak hanya "menciptakan manusia" ("kholaqokum"), tetapi juga "memberinya rizki" ("rozaqokum"), kemudian "mematikannya" ("yumiitu-kum") dan kemudian "menghidupkannya kembali" ("yuhyiikum").
- Di dalam Q.S. Al-Hijr:20, Allah juga menyatakan :
"Dan Kami telah menjadikan untukmu di bumi keperluan-keperluan hidup, dan (Kami menciptakan pula) makhluk-makhluk yang kamu sekali-kali bukan pemberi rezki kepadanya".
- Pengertian "rozaqo" mengandung arti "to support" (memberi dukungan) dan "rizkun" mengandung arti "means of living" (sarana kehidupan). Jadi dalam pengertian "Allah memberi rizki", artinya Allah memberikan atau menyediakan juga "dukungan dan sarana/kebutuhan untuk hidup" bagi manusia.
- Rizki (dukungan/sarana hidup) itu ada yang bersifat materi/bendawi (yaitu bumi dan seisi alam), tetapi juga ada yang bersifat immateri/non-bendawi, yaitu berupa hidayah/petunjuk/konsep-konsep kehi-dupan.
- Jadi yang perlu digali, tidak hanya bumi dan alam semesta beserta isinya, tetapi juga agama sebagai petunjuk/konsep hidup perlu digali, dipelajari dan di-amalkan.
Catatan :
Disinilah justru "ratio"-nya, mengapa di dalam Q.S. Ar-Rum:40 di atas dinyatakan bahwa setelah manusia diberi rizki (a.l. berupa "Dien", "hidayah/ petunjuk") dan kemudian "dimatikan", maka kemudian manusia akan "dihidupkan kembali" (untuk di-"pertanggungjawab"-kan). Artinya, apa-kah manusia itu telah menjalankan fungsi/misinya sebagai "kholifah fil ardl" (penguasa di bumi) itu sesuai dengan "petunjuk-petunjuk"- Nya atau tidak.
Jadi rationya adalah, tidak mungkin ada "pertanggungjawaban" kalau sebelumnya tidak ada "petunjuk/pedoman". Bandingkan dengan SK tugas/kepanitiaan yang dibuat manusia. Setelah keluar SK pembentukan panitia ("dihidupkan & diberi petunjuk akan tugas-tugasnya"), diakhiri dengan laporan pertanggungjawaban panitia.
- Konsep/petunjuk hidup apa yang perlu digali? Konsep/petunjuk/ajaran yang perlu digali antara lain :
- Konsep ber-Ketuhanan atau konsep ibadah-vertikal (hubungan antara manusia dengan Tuhan).
Konsep ber-Ketuhanan YME atau konsep "tauhid" ini penting selalu dipahami, karena :
- inilah misi/risalah setiap Rasul Allah di dalam menghadapi pemikiran "jahiliyah";
- tidak mustahil pemikiran jahiliyah tetap ada pada setiap masa (termasuk di zaman modern seperti saat ini).
Catatan :
Patut direnungi, mengapa Allah memberikan tuntunan/petunjuk/konsep Ketuhanan (konsep "tauhid") kepada manusia? Kajian dan argumen-tasi mengenai hal ini dapat ditinjau dari berbagai sudut. Salah satu alasannya ialah :
- bahwa manusia menurut fitrahnya selalu mencari Tuhan atau selalu mengakui/mempercayai adanya "kekuatan/kekuasaan supranatural yang lebih besar di luar dirinya" (ini terbukti di dalam sejarah manusia), sehingga diutuslah Rasul Allah kepada setiap umat untuk memberi tahu/petunjuk bahwa hanya Allah sajalah yang sepatutnya disembah. Hal ini disebutkan di dalam Q.S. An-Nahl (16): 36:
"Dan sesungguhnya Kami telah mengutus rasul pada tiap-tiap umat (untuk menyerukan): "Sembahlah Allah (saja), dan jauhilah Thaghut itu", maka di antara umat itu ada orang-orang yang diberi petunjuk oleh Allah dan ada pula di antaranya orang-orang yang telah pasti kesesatan baginya. Maka berjalanlah kamu dimuka bumi dan perhatikanlah bagaimana kesudahan orang-orang yang mendustakan (rasul-rasul)".
Diutusnya nabi Nuh, nabi Huud (kepada kaum "Aad), nabi Sholeh (kepada kaum Tsamud), nabi Syu'aib (kepada penduduk Madyan/'Aikah), nabi Luth, nabi Musa, nabi Ibrohim dan nabi 'Isa pada hakikatnya membawa misi yang sama, yaitu mereka semua menyerukan :
"Hai kaumku, sembahlah Allah; sekali-kali tidak ada bagimu Tuhan, selain Dia". (Lihat antara lain surat Huud: 25-26, 50, 61 dan 84).
- Konsep hubungan sosial (berkehidupan sosial/ bermasyarakat) atau konsep ibadah-horizontal, termasuk hubungan antar pribadi, di dalam kelu-arga, di dalam bertetangga, bermasyarakat dan bernegara.
Sebagian besar isi Al-Qur'an memuat petunjuk mengenai hal ini, antara lain :
- Q.S. 17 (Al-Isro): 23 s/d 38 :
- jangan durhaka, berbuat tidak baik, memben-tak/mengucapkan kata-kata menyakitkan kepada orang tua;
- beramallah (jangan tidak memberikan hak) kepada keluarga terdekat, fakir miskin dan orang yang dalam perjalanan;
- jangan boros;
- jangan terlalu kikir/terlalu pemurah;
- jangan membunuh anak karena takut kemis-kinan;
- jangan berzinah, jangan membunuh;
- jangan makan harta anak yatim;
- jangan ingkar janji dan tidak menyempurnakan timbangan/takaran.
- Q.S. 26 (Asy-Syu'aro): 183 :
- jangan merugikan manusia akan hak-haknya;
- jangan membuat kerusakan di bumi.
- Q.S. 16 (An-Nahl): 16 :
orang yang mendapat kelebihan rizki agar memberikan kepada budak-budak (karyawan/ buruh);
- Q.S. 4 (An-Nisaa'): 32 :
jangan iri hati terhadap kelebihan (rizki) orang lain;
- Dll. Konsep/ajaran yang sangat penting bagi kehidupan, a.l.:
- konsep sabar (tahan uji/pengendalian diri);
- jihad (bersungguh-sungguh/tekun);
- amanah (jujur/dapat dipercaya);
- pemurah/pemaaf (menolak kejahatan dengan kebaikan).
-v-
Ceramah Ramadhan III
PUASA : SARANA MELATIH SABAR*)
- Pengantar :
Pemilihan judul/thema ini sangat tepat, karena puasa (shaum) pada hakikatnya mengandung makna "mena-han diri". Jadi erat hubungannya dengan "sabar".
Kalau Allah mewajibkan kita berpuasa, maka pada hakikatnya kita diperintah atau diharapkan menjadi orang yang dapat "menahan diri" (sabar). Setidak-tidaknya dengan berpuasa, kita dilatih untuk menjadi orang yang sabar.
Timbul pertanyaan, mengapa kita diperintah untuk menjadi orang yang sabar? Mengapa pula sabar itu perlu dilatih?
- Kedudukan "sabar" dalam Al Qur'an :
- Secara doktrinal, pertanyaan di atas dapat dijawab secara singkat : "karena banyak firman Allah di dalam Al-Qur'an yang memerintahkan kita untuk berlaku sabar". Di dalam Al-Qur'an, kurang lebih ada 90 ayat yang menyebut-nyebut masalah sabar ini. Hal ini menunjukkan betapa pentingnya kedudukan "sabar" menurut Al-Qur'an (menurut Allah). Selanjutnya berarti pula, bahwa sabar itu penting bagi kebaikan/ kehidupan manusia itu sendiri.
- Betapa pentingnya kedudukan sabar menurut Al-Qur'an terlihat pula dengan disejajarkan/dideretkan-nya masalah sabar ini dengan firman-firman Allah yang berhubungan dengan "iman, shalat, taqwa dan jihad".
- Disejajarkan dengan "iman dan shalat", misalnya :
- Al-Baqoroh (2) :153 :
"Hai orang-orang beriman, jadikan sabar dan shalat sebagai penolongmu. Sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang sabar".
- Q.S. Thaahaa (20): 132 :
"Perintahkan keluargamu mendirikan shalat dan bersabarlah kamu dalam mengerjakannya. Kami tidak meminta rezki kepadamu, Kamilah yang memberi rezki kepadamu. Dan akibat (yang baik) itu adalah bagi orang yang bertakwa. ".
- Q.S.. Ar-Ra'd (13): 22 :
"Orang-orang yang mendapat tempat kesudahan yang baik ialah :
- orang-orang yang sabar karena mencari keridhoan Allah;
- yang mendirikan shalat;
- yang menafkahkan sebagian rizki yang Kami berikan kepada mereka secara sembunyi atau terang-terangan, serta
- menolak kejahatan dengan kebaikan".
- Q.S.. Al-'Ashr (103): 3 :
"Manusia benar-benar dalam kerugian, kecuali :
- orang-orang yang beriman;
- beramal sholeh, dan
- berwasiat tentang kebenaran dan kesabaran".
- Disejajarkan/dideretkan dengan "jihad"
Surat Ali-Imron (3): 142
"Apakah kamu mengira, bahwa kamu akan masuk surga padahal belum nyata bagi Allah orang-orang yang berjihad diantaramu dan belum nyata orang-orang yang sabar?".
Jadi menurut ayat di atas, orang yang masuk surga ialah orang-orang yang berjihad dan yang sabar.
- Dari kutipan ayat-ayat di atas terlihat, bahwa kesukaan Allah kepada orang yang sabar, sama halnya atau disejajarkan dengan kesukaan Allah kepada orang yang beriman, yang taqwa, yang melakukan shalat dan yang berjihad.
- Kesukaan Allah itu diwujudkan dengan janji-janji Allah kepada orang yang sabar, yaitu :.
- akan mendapat "pertolongan" (lihat Q.S. Al-Baqoroh : 153 di atas);.
- akan mendapat : (1) "shalawat" (keberkatan yang sempurna), (2) "rahmat" (kasih sayang) dan (3) "hidayah" (menjadi orang yang "muhtadiin", yaitu orang yang dituntun dengan hidayah/ petunjuk Allah); lihat Q.S. Al-Baqoroh: 155 jo. 157;
- akan mendapat "ampunan dan pahala yang besar" :
- Q.S. Al-Qoshash (28): 80
"Berkatalah orang-orang yang dianugerahi ilmu: "Kecelakaan yang besarlah bagimu, pahala Allah adalah lebih baik bagi orang-orang yang beriman dan beramal saleh, dan tidak diperoleh pahala itu, kecuali oleh orang-orang yang sabar."
- Q.S. Az-Zumar (39): 10 :
"Katakanlah: "Hai hamba-hamba-Ku yang beriman. Bertak-walah kepada Tuhanmu." Orang-orang yang berbuat baik di dunia ini memperoleh kebaikan. Dan bumi Allah itu adalah luas. Sesungguhnya hanya orang-orang yang bersabarlah yang dicukupkan pahala mereka tanpa batas ".
Jadi hanya dengan kesabaran, kita dapat memperoleh manfaat (pahala) dari bumi Allah yang maha luas ini.
- akan mendapat "surga dan tempat kesudahan yang baik"
- lihat Q.S.. Ar-Ra'd:22 di atas;
- Q.S. Ali-Imron: 142;
- Q.S. An-Naazi'aat (79): 40-41 :
"40. Dan adapun orang-orang yang takut kepada kebesaran Tuhannya dan menahan diri dari keinginan hawa nafsunya, 41. maka sesungguhnya surgalah tempat tinggal(nya)".
- Allah akan memberikan "sifat-sifat yang baik" :
- Q.S.. Al-Fushilat (41) : 35 :
"Sifat-sifat yang baik itu tidak dianugerahkan melainkan kepada orang-orang yang sabar dan tidak dianugerahkan melainkan kepada orang-orang yang mempunyai keuntungan yang besar".
Kesimpulan :
- "Sabar" mempunyai kedudukan yang sangat penting dan sangat diperlukan dalam kehidupan dan pembangunan nasional.
- Di dalam "kesabaran" (kehalusan/kelembutan hati) terkandung "kekuatan maha besar".
- Oleh karena itu perlu dilatih dan diraih di dalam bulan Ramadhan ini.
- Bagaimana melatih dan meraih "sabar"?
- Allahlah yang menciptakan manusia beserta hawa nafsunya, oleh karena itu Allah pulalah yang maha tahu bagaimana melatih /mengendalikan hawa nafsu manusia itu, yaitu lewat sarana / metode puasa.
- Banyak aspek latihan pengendalian hawa nafsu di dalam puasa, antara lain :
- latihan pengendalian nafsu perut (makan/minum) :
- menahan makan/minum nampaknya sederhana, tetapi sebenarnya mengandung ajaran akhlak yang mulia dan sangat luas jangkauannya, karena yang dilatih adalah pengendalian nafsu terhadap sumber kehidupan dan kekuatan;
- Makan/minum merupakan sumber kehidupan dan kekuatan; jadi merupakan kebutuhan primer. Makhluk apapun membutuhkan makan dan minum.
Nafsu untuk memenuhi kebutuhan primer ini perlu dikendalikan, karena terkadang manusia lupa diri :
- tidak tahu mana yang halal dan haram;
- mengutamakan perut/kepentingannya sendiri, sehingga rela mengorbankan/merugikan orang lain dsb.
- bahwa, diisi apapun perut tidak akan penuh-penuh; artinya tuntutan perut tidak akan habis-habisnya.
- Hawa nafsu terhadap tuntutan perut inilah yang perlu dikendalikan, karena dari sinilah dapat timbul tuntutan dan cinta yang berkelebihan terhadap materi (Catatan: - tuntutan perut merupakan simbol dari tuntutan yang bersifat materialistik).
Tuntutan perut yang berkelebihan/ tidak terkendali, dapat menjadi sumber kejahatan & mala petaka, a.l. membunuh, merampok, korupsi, menipu dsb. Bahkan peperangan antara bangsa dapat terjadi karena tuntutan perut/materi. Perang dagang pada hakikatnya perang perut.
- melatih kepatuhan pada perintah/kemauan Allah (menekan kemauan/ nafsu pribadi).
Latihan menundukkan diri sendiri di dalam puasa, a.l. terlihat dari hal-hal sbb. :
- di malam hari disuruh shalat malam/tarawih;
- disuruh bangun sahur, walaupun hanya minum seteguk air; dan disuruh mempercepat ber-"buka" apabila saatnya telah tiba, walaupun masih terasa kenyang; Jadi, yang dipentingkan bukan nilai sahur/ bukanya (yaitu disuruh makan/minum) atau nilai fisik/materielnya, tetapi yang dipentingkan di sini ialah nilai "didikan batiniah"-nya, yaitu "menundukkan nafsu-nafsu pribadi" (a.l. sebetulnya ingin tetap tidur, tetapi disuruh bangun sahur; sebetulnya tidak lapar/haus, tetapi disuruh makan/minum; sebetulnya ingin makan/minum, tetapi tidak boleh walaupun barang itu miliknya sendiri dan halal; dsb.).
Jadi, nilai kepatuhan dan kesabaran menjalankan perintah Allah inilah yang dilatih di dalam puasa.
- di siang hari selama menjalankan puasa, juga dilatih menahan diri dari emosi/nafsu amarah, berdusta, menggunjing/ngrasani dan perbuatan-perbuatan tercela lainnya; yang dilatih berpuasa/ menahan diri tidak hanya perut, tetapi semua panca indera lainnya;
- selama bulan puasa sangat dianjurkan banyak membaca atau mempelajari Al-Qur'an, beramal, berinfaq/ shodaqoh dsb.
-o0o-
Ceramah Ramadhan IV *)
AGAMA DAN KEHIDUPAN MANUSIA MODERN
- Dalam mengisi acara pengajian tarawih ini, Panitia Ramadhan Masjid Diponegoro meminta kepada saya untuk membicarakan masalah "agama dan kehidupan manusia modern". Sebenarnya agama tidak mem-persoalkan atau membedakan antara kehidupan manusia itu modern atau tradisional (tidak modern), karena pada hakikatnya agama (yang diturunkan Allah lewat Nabi) diperuntukkan sebagai pedoman/tuntunan bagi manusia dalam segala bentuk kehidupannya, baik dalam kehidupan modern maupun tidak modern. Jadi secara dogmatis seolah-olah memang dapat dikatakan, bahwa agama (tuntunan Allah/dari "atas") yang diturunkan lewat nabi terakhir, diperuntukkan bagi kehidupan manusia segala zaman. Namun demikian kehidupan manusia yang selalu tumbuh berkembang dan berubah-ubah memang dapat menimbulkan permasalahan dalam "membumikan dan mengapli-kasikan" ajaran-ajaran agama. Oleh karena itu saya dapat memaklumi permintaan panitia untuk dalam kesempatan ini membicarakan masalah "agama dalam kehidupan manusia modern"; walaupun dengan catatan bahwa masalah ini sebenarnya bukan masalah baru. Saya katakan demikian, karena makna dari istilah "kehidupan modern" itu sendiri sebenarnya sangat relatif. Kalau kehidupan masa kini dikatakan sebagai "kehidupan modern", itu karena dibandingkan dengan kehidupan masa lalu (beberapa puluh/ ratus tahun yang lalu). Dalam beberapa puluh/ratus tahun yang akan datang, mungkin kehidupan sekarang yang dikatakan "modern" ini tidak lagi dinyatakan sebagai "modern" karena sudah ketinggalan zaman sehingga dinyatakan sebagai "kehidupan yang tertinggal". Dengan demikian, kalau makna atau kriteria kehidupan modern hanya dikaitkan/diorientasikan pada adanya perubahan dan perkembangan kehidupan masyarakat secara lahiriah, maka sebenarnya pada setiap perubahan zaman dapat dikatakan ada "kehidupan modern". Tetapi apabila makna dan kriteria "modern" diorientasikan pada ada/tidaknya perubahan pandangan dan sikap hidup, maka belum tentu kehidupan masa kini dikatakan sebagai "kehidupan modern". Banyak hal dalam kehidupan masyarakat modern saat ini yang sebenarnya merupakan pandangan dan sikap hidup yang bersifat "jahiliyah".
- Apabila makna dan kriteria "kehidupan modern" diidentikkan dengan adanya "perubahan dan pembaharuan konsep/pemikiran" , maka kedatangan Islam (dengan Al Qur'an nya) sejak awalnya telah membawa konsep/polapandang modern dibandingkan dengan masa-masa sebelumnya (yang sering disebut masa "jahiliyah"). Pembaharuan konsep/pola-pikir/ pola-pandang yang dibawa Islam (Al Qur'an) itu antara lain :
- Konsep KeTuhanan :
Konsep ketuhanan di dalam Islam (yaitu konsep tauhid/mengesakan Tuhan) jelas merupakan konsep pembaharuan, karena sebelumnya berpandangan bahwa tuhan itu banyak atau bisa lebih dari satu dan yang dijadikan tuhan itu bukannya Allah sebagai "chaliq" (pencipta) tetapi "machluq" (ciptaan Allah) yang dijadikan tuhan.
- Konsep Dosa/Kesalahan :
Islam mengajarkan, bahwa manusia dilahirkan suci dan tidak mengenal "dosa warisan". Hal ini terlihat di dalam tuntunan sbb. :
- Al Qur'an :
- Q.S.. An-Najm : 38 (Q.S.. Al-Isro' : 15) :
"bahwasanya seorang yang berdosa tidak akan memikul
dosa orang lain".
- Q.S.. An-Najm : 39 :
"bahwasanya seorang manusia tidak memperoleh selain apa yang telah diusahakannya".
- Q.S. Al-Mudatsir : 38 :
"tiap-tiap diri bertanggung jawab atas apa yang telah diperbuatnya".
- Hadits :
- "Sesungguhnya anak yang lahir itu tidak dilahirkan kecuali dalam kesucian, maka kedua orang tuanyalah yang membuat anak itu menjadi Yahudi, Nasrani atau Majusi".
- "Seseorang tidak dihukum (bertanggung jawab) atas perbuatan ayahnya atau saudaranya".
- "Setiap orang adalah pemimpin, maka akan dimintai pertanggungjawaban atas apa yang dipimpin".
- Konsep Persamaan Hak :
Islam mengajarkan, semua orang berkedudukan sama; tidak membedakan jenis kelaminnya (laki-laki/wanita), bangsa, suku/ras, warna kulit, asal keturunan, pangkat maupun kedudukannya. Yang membedakan tinggi rendahnya kedudukan manusia di mata Allah hanyalah taqwanya (lihat Q.S. Al-Hujurat ayat 13). Di dalam hadits pun dinyatakan, bahwa tidak berbeda antara orang Ajam (budak belian yang hitam) dengan orang Arab.
- Konsep Keilmuan dan Kebebasan Berpikir (Rasio-nalitas):
Terlalu banyak ajaran Islam yang memberi tempat sangat tinggi pada kedudukan ilmu/akal. Hal ini jelas sangat sesuai dengan salah satu karak-teristik kehidupan modern yang antara lain meng-utamakan akal/rasionalitas.
Beberapa catatan :
- Wahyu pertama saja dimulai dengan "Iqro'" (bacalah); yang berarti mengutamakan budaya "membaca" sebagai ciri dari budaya keilmuan;
- Al Qur'an itu diturunkan dengan ilmu Allah (Q.S. Hud : 14) :
"Jika mereka yang kamu seru itu tidak menerima seruanmu (ajakanmu) itu maka ketahuilah, sesungguhnya Al Quran itu diturunkan dengan ilmu Allah, dan bahwasanya tidak ada Tuhan selain Dia, maka maukah kamu berserah diri (kepada Allah)? ".
- Al Qur'an ini disebut sendiri oleh Allah sebagai "Al Qur'anul Karim" ("bacaan yang mulia"/ dapat diartikan sebagai "ilmu/bacaan yang tinggi"); lihat Al-Waqiah : 77 :
"Innahuu laquraanul kariim"
(sesungguhnya Al Qur'an itu adalah "bacaan yang sangat mulia").
- Dalam Al-Qur'an disebutkan kata "Afala Ta'qilun" (apakah kamu tidak menggunakan akalmu?) sebanyak 24 kali; kata "Afala Ya'qilun" (apakah mereka tidak menggunakan akalnya?) sebanyak 22 kali; kata "Afala Ta'lamun" (apakah engkau tidak mengetahui?) sebanyak 36 kali; kata "Afala Ya'lamun" (apakah mereka tidak mengetahui?) sebanyak 91 kali; kata "Afala Tatafakkarun" (apakah engkau tidak berpikir?) sebanyak 3 kai; kata "Afala yatafakkarun" apakah mereka tidak berpikir sebanyak 91 kali; kata "Afala Tadrusun" (apakah engkau tidak belajar) sebanyak 2. kali. Kata seruan untuk mengerti atau menggunakan akal dalam Al-Qur'an kurang lebih 189 kali.
- Keputusan/kebijakan Allah tidak semata-mata didasarkan pada argumentasi kekuasaan absolut, tetapi didasarkan pada demokratisasi dan argu-mentasi keilmuan.
Misal :
- Sewaktu Allah menciptakan manusia pertama (Adam) sebagai khalifah di bumi terjadi dialog antara malaikat dengan Allah. Dalam dialog ini ada argumentasi keilmuan. Secara halus Allah menyatakan kepada para malaikat :
"Innii a'lamu ma laa ta'lamuun"
(Sesungguhnya Aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui). Lihat Al-Baqoroh : 30 s/d 33.
- Setelah Allah mengemukakan berbagai kebaikan/ kemuliaan Al-Qur'an (sebagai petunjuk pembawa kebenaran, sebagai penawar dan rahmat, penuh hikmah dan pelajaran, sebagai bacaan yang teramat mulia, dan tidak untuk membuat kesusahan manusia), secara halus Allah berdialog (mengajak berpikir) dengan manusia :
- "Maka apakah kamu menganggap remeh saja Al-Qur'an ini?"
(Al-Waqiah :81).
- "Dan sesungguhnya telah Kami mudahkan Al-Qur'an untuk pelajaran, maka adakah orang yg. mau mengambil pelajaran"?
(Al-Qomar: 17,22,32,40)
- "Sesungguhnya telah Kami turunkan kepadamu sebuah Kitab yang di dalamnya terdapat sebab-sebab kemuliaan bagimu. Maka apakah kamu tidak memahaminya"?
(Al-Anbiya': 10).
- Konsep Keadilan :
Terlalu banyak ayat-ayat di dalam Al-Qur'an tentang keadilan. Beberapa di antaranya ialah :
- An-Nisaa' : 58
"apabila menetapkan hukum di antara manusia supaya kamu menetapkan dengan adil".
- An-Nisaa' : 135
"Wahai orang-orang yang beriman, jadilah kamu orang yang benar-benar penegak keadilan, menjadi saksi Karena Allah biarpun terhadap dirimu sendiri atau ibu bapa dan kaum kerabatmu.
Maka janganlah kamu mengikuti hawa nafsu karena ingin menyimpang dari kebenaran/keadilan dan jika kamu memutar balikkan (kata-kata) atau enggan menjadi saksi, Maka Sesungguhnya Allah adalah Maha mengetahui segala apa yang kamu kerjakan.
- Al-Maidah : 8
"Hai orang-orang beriman, hendaklah kamu jadi orang-orang yang selalu menegakkan (kebenaran) karena Allah, menjadi saksi dengan adil. Dan janganlah sekali-kali kebencianmu terhadap suatu kaum, mendorong kamu untuk berlaku tidak adil. Berlaku adillah, karena adil itu lebih dekat kepada takwa. Dan bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan".
Memperhatikan tiga ayat di atas saja sudah jelas betapa tingginya konsep Islam mengenai keadilan, yaitu :
- Keadilan dan kebenaran harus ditegakkan kepada siapa saja dengan tidak berpihak dan tanpa pandang bulu, baik terhadap dirinya sendiri mau-pun terhadap keluarganya (ibu/bapaknya), kerabat-nya maupun kaum/golongannya;.
- Keadilan dan kebenaran harus ditegakkan secara objektif dengan menghindari hal-hal yang bersifat subjektif, antara lain : jangan mengikuti hawa nafsu (misal menerima suap) dan rasa kebencian untuk berlaku tidak adil.
Konsep baru/modern tentang keadilan yang diajarkan Islam hampir 15 abad yang lalu itu, jelas bersifat universal, dan di abad modern sekarang ini justru terlihat semakin melemah atau mengalami erosi.
- Konsep (Orientasi) Masa Depan :
Salah satu ciri "modernisme" adalah sikap mental yang berorientasi ke masa depan. Hal ini jelas terlihat di dalam ajaran Islam yang menyatakan :
- bahwa kehidupan/kesenangan akhir (at) lebih baik dari kehidupan/kesenangan awal (di dunia); lihat Q.S. Ali Imron : 14, Q.S. Al-Mu'min : 39, Q.S. Adh-dhuha : 4;
- "jangan menghambur-hamburkan hartamu secara boros" (Q.S. Al-Isro' : 26);
- "janganlah kamu merajalela di bumi dengan membuat kerusakan" (Q.S. Asy-Syu'aro : 183);
Demikianlah beberapa butir konsep Al-Qur'an yang dapat dikatakan "modern" pada zamannya, dan saat inipun masih dapat diuji ke-"modern"-annya. Masih banyak lagi konsep Al-Qur'an yang relevan dengan ciri-ciri sikap mental yang diperlukan dalam kehidupan modern, seperti menghargai waktu atau dapat memanfaatkan peluang sebaik-baiknya, tekun, rajin dan bersungguh-sungguh (berjihad), sederhana dan tidak boros dsb.
- Di sisi lain kehidupan modern itu sendiri memang memerlukan agama, walaupun memang harus diakui pelaksanaan nilai-nilai dan kaidah-kaidah agama menghadapi "tantangan" yang cukup berat dalam kehi-dupan modern saat ini.
Telah sama dimaklumi, bahwa kehidupan modern saat ini ditandai oleh semakin meningkatnya kehidupan yang lebih berorientasi pada nilai-nilai materialistik, individualistik dan semakin berkembangnya pengaruh globalisasi di bidang informasi, komunikasi dan teknologi. Tidak jarang persaingan hidup yang sangat materialistik dan individualistik, menyebabkan orang mengalami "stress", tekanan kejiwaan yang sangat berat, melakukan perbuatan-perbuatan nekad atau menempuh jalan-jalan pintas ("budaya menerabas") untuk mencapai tujuan. Jelas di sini diperlukan pendekatan/tuntunan agama. Mengenai "tuntunan agama" ini dapat dikemukakan antara lain hal-hal sbb. :
- Dalam kehidupan yang serba materialistik dan individualistik mudah sekali berkembang penyakit "cemburu/irihati/berprasangka buruk". Dapat diba-yangkan betapa fatal dan runyamnya akibat yang ditimbulkan oleh sifat iri/cemburu/prasangka buruk seseorang terhadap "kelebihan" orang lain. Oleh karena itulah agama memberikan tuntunan, antara lain di dalam Al-Qur'an, surat An-Nisaa': 32 :
"Dan janganlah kamu irihati terhadap apa yang ditetapkan/ dilebihkan/dikaruniakan Allah kepada sebagian kamu lebih dari sebagian yang lain, (karena) bagi orang laki-laki/perempuan ada bagian dari apa yang mereka usahakan".
Dalam ayat di atas digunakan kata-kata "fadhdho-lallaah" (yang ditetapkan/dilebihkan Allah). Kata "fadhola" atau "afdhol" secara harfiah dapat berarti "ditetapkan" (to remain) atau "lebih baik" (better than). Apa "yang ditetapkan" atau "dilebihkan" Allah itu dapat berupa "rizki harta atau kekayaan, derajat/ pangkat/kedudukan, ilmu/gelar, kecantikan/ketam-panan dsb.". Jadi menurut firman Allah di atas, kita janganlah iri hati terhadap kelebihan-kelebihan yang diberikan Allah kepada orang lain itu.
Dengan memahami tuntunan agama yang demikian itu, diharapkan orang tidak akan mengalami "stress" dalam menghadapi kehidupan modern saat ini yang cenderung lebih materialistik dan individualistik.
- Sebaliknya bagi orang yang mendapat "kelebihan rizki" dari Allah itu, agama juga memberikan banyak tuntunan agar memberikan/meratakan rizkinya itu kepada orang lain. Perhatikan beberapa firman Allah sbb. :
- An-Nahl: 71 :
"Dan Allah "melebihkan" sebagian kamu dari yg. lain dalam hal rizki, tetapi orang-orang yang dilebihkan (rizkinya) itu tidak mau memberikan kpd. budak-budak yang mereka miliki agar mereka sama (merasakan) rizki itu. Mengapa mereka mengingkari nikmat Allah?"
- Banyak firman di dalam Al-Qur'an yang menyuruh kita menyedekahkan sebagian harta/rizki kepada ibu/bapa, keluarga/kerabat dekat, anak yatim, fakir miskin, musafir (orang yang membutuhkan perto-longan) dsb. dan menyedekahkan sebagian harta berfungsi membersihkan harta kita serta itulah harta hakiki yang kita miliki. Lihat a.l. surat Al-Baqoroh: 177, 215; Q.S. Ar-Rum: 38, Q.S. Attaubah 103 :
"ambillah sebagian dari hartanya (orang yang mampu) sebagai sedekah yang dapat membersihkan hartanya dan menyucikan hartanya".
- Aspek lain dari "kehidupan modern" saat ini ialah derasnya arus/gelombang informasi seiring dengan semakin canggihnya sarana komunikasi dan teknologi. Dalam kondisi yang demikian, nilai-nilai agama dan keimanan seseorang benar-benar mendapat ujian dan tantangan yang cukup berat/serius. Memang di satu pihak, pesatnya perkembangan informasi, komunikasi dan teknologi mempunyai pengaruh positif; namun harus diakui pula bahwa peluang dampak negatifnya juga cukup besar. Dengan semakin canggihnya sarana informasi/komunikasi dan teknologi saat ini, gelombang informasi yang dapat membawa pengaruh negatif, merusak dan menyesatkan, dapat merupakan virus berbahaya yang mengancam kepribadian Islami dan bahkan mengancam kehidupan rumah tangga, kehidupan bermasyarakat dan berbangsa. Betapa tidak, karena informasi yang semula dianggap tabu dan sangat tercela atau setidak-tidaknya informasi itu "belum saatnya diketahui" (a.l.: bacaan/ film-film cabul/ porno atau setidak-tidaknya adegan-adegan yang tidak susila dan merangsang; serta adegan-adegan keke-rasan dan sadis/brutal), sekarang dengan mudah dapat diperoleh.
Seberapa jauh jumlah dan pengaruh informasi negatif berada di sekitar kita memang perlu penelitian akurat, misalnya jumlah dan pengaruh adegan-adegan film lewat TV. Pernah pada tahun 1993, Data Informasi Anak - Yayasan Kesejahteraan Anak Indonesia (DIA-YKAI) bekerja sama dengan Litbang Departemen Penerangan melakukan penelitian terhadap film-film yang ditujukan untuk anak-anak, dan yang ditayangkan oleh 4 stasiun televisi (TVRI, TVRI Program 2, RCTI dan TPI). Hasilnya a.l. :
- Dari 195 episode film yang diteliti, ternyata jumlah adegan yang bersifat "anti-sosial" (ada 2063 adegan) lebih banyak daripada yang bersifat "prososial" (ada 1904 adegan);
- Dari 4 stasiun TV yang diteliti, 3 stasiun (yaitu TVRI Program 2, RCTI dan TPI) menyajikan film untuk anak yang isinya lebih banyak bersifat antisosial (walaupun selisihnya tidak begitu banyak, yaitu sekitar 1 % lebih banyak dibandingkan adegan yang "prososial").
- Film-film untuk anak yang paling banyak mengandung adegan "antisosial"nya ialah film yang berasal dari Amerika Serikat (yaitu 11,37 % bersifat antisosial, dan 9,60 % bersifat prososial).
Pernah pula seorang Dosen wanita dari Surabaya yang mengambil program S2 di UI Jakarta, dalam thesisnya (mengenai tindak pidana pornografi) menyajikan data penelitian, bahwa acara-acara yang disajikan lewat stasiun TV (TVRI, TPI, dan SCTV) sebagian besar (85 %) dinilai "tidak sopan/tidak susila" menurut pandangan masyarakat tempat lokasi penelitian dilakukan (Bangkalan, Madura).
Menghadapi era informasi yang demikian itu, jelas diperlukan peningkatan kematangan kejiwaan/rohaniah, kematangan emosional dan kematangan "pengendalian diri" sebagai penangkal utamanya. Di sinilah arti pentingnya peranan nilai-nilai keagamaan dalam kehi-dupan modern, terutama lewat pemusatan pengendalian diri di bulan puasa Ramadhan. Marilah kita jadikan bulan Ramadhan ini sebagai sarana proses pemadatan dan peningkatan kembali energi kematangan kejiwaan/ rohani (kematangan iman dan taqwa), di samping kematangan ilmu dan kematangan sosial/amal, sebagaimana tersimpul dari tuntunan Al-Qur'an surat Al Fathir: 29.
-o0o-
Ceramah Ramadhan V
MEMAHAMI MAKNA KEIMANAN
DALAM MENGHADAPI ERA INFORMASI *)
- Judul asli yang ditetapkan Panitia untuk ceramah tarawih kali ini ialah : "Memahami Makna Keimanan Yang Berdimensi Luas Dalam Menghadapi Era Informasi".
Memahami makna keimanan dalam dimensi luas, dapat diartikan melakukan "pengkajian terhadap nilai-nilai keagamaan/keimanan yang bertolak dari ajaran-ajaran/konsep-konsep Al-Qur'an", karena salah satu aspek keimanan adalah iman terhadap Kitabullah. Sehubungan dengan judul yang ditetapkan panitia, maka pengkajian/pemahaman nilai-nilai keimanan terhadap konsep/ajaran Al-Qur'an ini tentunya difokuskan pada hal-hal yang berhubungan dengan beberapa masalah/aspek yang ada di dalam era informasi saat ini.
- Pengkajian/pemahaman terhadap informasi-informasi tuntunan yang terdapat di dalam Al-Qur'an, memang sewajarnya dilakukan, karena berbagai alasan :
- Di bulan Ramadhan memang sangat dianjurkan banyak membaca/mempelajari/menelaah Al-Qur'an, karena di bulan Ramadhan inilah Al-Qur'an pertama kali diturunkan;
- Banyak firman Allah di dalam Al-Qur'an yang secara halus menegur kita untuk mempelajari Al-Qur'an, a.l. :
- Al-Waqiah:81:
"Maka apakah kamu menganggap remeh saja Al-Qur'an ini?"
- Al-Qomar: 17,22,32,40 :
"Dan sesungguhnya telah Kami mudahkan Al-Qur'an untuk pelajaran, maka adakah orang yang mau mengambil pelajaran?"
- Al-Anbiya':10 :
"Sesungguhnya telah Kami turunkan kepadamu sebuah Kitab yang di dalamnya terdapat sebab-sebab kemuliaan bagimu. Maka apakah kamu tidak memahaminya?"
- Dan di dalam Q.S. Al-Fathir:29 Allah sendiri menya-takan bahwa "yatluuna Kitabullah" (membaca/mem-pelajari/melakukan telaah terhadap Kitabullah/Al-Qur'an) merupakan salah satu "bentuk kegiatan/ perniagaan yang tidak akan merugi".
- Di dalam era informasi yang canggih saat ini, menggali dan memahami informasi Al-Qur'an sangat penting untuk mengimbangi gelombang informasi global (yang bersifat duniawi). Informasi duniawi yang tidak diimbangi dengan informasi imani/ilahi, dikhawatirkan bukan membawa kebaikan dan kesejahteraan, tetapi justru dapat membawa kehancuran.
- Informasi Al-Qur'an yang mengandung berbagai petunjuk hidup merupakan bagian dari keleng-kapan/kebutuhan hidup yang diberikan/disediakan Allah kepada manusia. Di dalam surat Ar-Rum: 40 dinyatakan, bahwa Allah tidak hanya "menciptakan" manusia ("kholaqokum"), tetapi juga "memberinya rizki" ("rozaqokum"), kemudian "mematikannya" ("yumiitukum") dan kemudian "menghidupkannya kembali" ("yuhyiikum") untuk dimintai pertanggung-jawaban.
Jadi Allah tidak hanya sekedar mencipta manusia, tetapi juga memberinya rizki atau "memberi dukungan" (karena kata "rozaqo" dapat berarti "to support") atau juga "memberi sarana/keperluan hidup" (karena kata rizki atau "rizqun" dapat juga mengandung arti "means of living"). Dukungan atau keperluan hidup yang diberikan Allah kepada manusia, tidak hanya yang bersifat materi (bumi/alam semesta dan segala isinya) tetapi juga yang bersifat immaterial yaitu berupa konsep/tuntunan hidup.
Oleh karena itu, manusia tidak hanya dituntut untuk "memahami/menggali bumi, alam semesta dan segala isinya", tetapi juga perlu "memahami dan menggali nilai-nilai konsep kehidupan/petunjuk hidup yang ada di dalam Kitabullah (Al-Qur'an)". Dengan perkataan lain, informasi yang perlu digali dan dipahami tidak hanya informasi tentang dunia dan alam semesta (informasi global dan planetal), tidak hanya informasi duniawi mengenai situasi politik, ekonomi/bisnis, perkembangan teknologi dsb., tetapi juga perlu di-gali dan dipahami informasi tentang konsep kehidupan (pedoman/petunjuk hidup).
- Sehubungan dengan judul ceramah, masalahnya ialah informasi tentang konsep kehidupan (pedoman/petun-juk hidup) atau informasi tentang nilai-nilai keimanan/ keagamaan apakah yang perlu dikaji dan dipahami dalam menghadapi "era informasi"? Untuk mengkaji masalah ini, perlu kiranya terlebih dahulu dikaji dan dipahami beberapa aspek atau masalah yang berhubungan dengan "era informasi" ini.
- Telah sama dimaklumi, bahwa era informasi merupakan salah satu karakteristik dari era masa kini yang berkembang sangat pesat seiring dengan berkembang pesatnya bidang komunikasi dan teknologi. Perkembangannya sedemikian rupa sehingga informasi merupakan salah satu sumber "kekuatan/kekuasaan" ("power") tersendiri. Mereka yang tidak mengikuti dan menguasai informasi akan selalu tertinggal atau bahkan mudah tersisihkan dalam persaingan dan pergumulan hidup. Tidak jarang pula suatu strategi dan policy dengan mudah dihancurkan/ diporak-perandakan lewat perang informasi dan sistem komunikasi yang canggih. Demikian gambaran umum mengenai pengaruh kekuatan informasi.
- Dengan semakin pesatnya kemajuan alat-alat teknologi dan sistem komunikasi, kekuatan penyebaran informasi saat ini sangat luas jangkauannya, bersifat transnasional (melampaui batas-batas negara), sangat cepat dan sangat bervariasi bentuk dan macamnya. Hal ini jelas mengandung aspek positif dan juga aspek negatif.
Memperhatikan kondisi era informasi yang demikian itu, mungkin tidak mudah lagi membendung gelombang informasi global. Yang perlu diwaspadai adalah informasi yang dapat membawa dampak negatif. Dengan semakin berkembang pesatnya teknologi informasi dan komunikasi lewat teknologi satelit global, radar parabola, telepon genggam dan alat-alat lain nya yang sangat canggih, dapatlah dikatakan bahwa informasi negatif atau yang tidak benar dan menyesat-kan dapat merupakan gelombang virus yang sangat berbahaya bagi kehidupan pribadi dan keluarga, bahkan bagi kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Betapa tidak, karena informasi yang semula dianggap tabu dan sangat tercela, atau setidak-tidaknya bersifat rahasia dan "belum saatnya diketahui" (a.l. bacaan/ film-film cabul, porno, adegan tidak sopan/ tidak susila dan merangsang, serta adegan-adegan kekerasan, sadis/brutal dan bersifat antisosial), sekarang dengan mudah informasi itu dapat diperoleh. Seberapa jauh jumlah dan pengaruh informasi negatif itu berada di sekitar kita memang memerlukan penelitian akurat. Namun beberapa informasi mengenai hal ini dapat diungkapkan sbb. :
- Penelitian yang pernah dilakukan oleh DIA-YKAI (Data Informasi Anak – Yayasan Kesejahteraan Anak Indonesia), bekerja sama dengan LITBANG Dep. Penerangan, mengenai film-film untuk anak yang ditayangkan lewat 4 (empat) stasiun TV (TVRI, TVRI Program 2, RCTI dan TPI), antara lain mengungkapkan data bahwa (disarikan dari media Informasi Tentang ANAK, terbitan DIA-YKAI Jakarta, edisi No. 20, Oktober 1993, halaman 10 dan 15):
- Dari 195 episode film yang diteliti (Pebruari 1993), ternyata adegan yang bersifat "antisosial" (ada 2063 adegan) lebih banyak daripada yang bersifat "prososial" (ada 1904 adegan);
- Dari 4 stasiun TV yang diteliti, 3 stasiun (yaitu TVRI Program 2, RCTI dan TPI) menyajikan film untuk anak yang isinya lebih ba-nyak bersifat antisosial (walaupun selisihnya hanya sekitar 1 % dibandingkan adegan yang "prososial");
- Film-film untuk anak yang paling banyak mengandung adegan "anti-sosial" ialah yang berasal dari Amerika Serikat (yaitu 11,37 % ber-sifat antisosial dan 9,60 % bersifat prososial).
- Pernah pula seorang Dosen wanita dari Surabaya (UNAIR) yang mengambil program S2 di UI Jakarta, dalam thesisnya mengenai "Tindak Pidana Porno-grafi" menyajikan data penelitian, bahwa acara-acara yang disajikan lewat TVRI, TPI dan SCTV, sebagian besar (85 %) dinilai "tidak sopan/ tidak susila" menurut pandangan masyarakat di tempat/lokasi penelitian dilakukan (Bangkalan, Madura);
- Seminar mengenai "Fungsi dan Tanggungjawab Sosial Pemberitaan Kejahatan di Media Masa" pada tgl. 4-5 Maret 1991 antara lain merangkum hal-hal sbb. (disarikan dari "Kriminalitas Dalam Surat Kabar", Penerbit Antar Kota, 1991, hal. 117 dst.) :
- Meskipun studi lapangan tentang manfaat positif maupun dampak negatif dari pemberitaan kejahatan oleh media massa terhadap ma-syarakat secara relatif amat jarang dilakukan, para pakar berpendapat bahwa terdapat lebih banyak dampak negatifnya ketimbang manfaat positifnya;
- Di antara dampak negatifnya a.l. dapat membe-rikan dorongan melakukan kejahatan dan menim-bulkan kekebalan pembaca sehingga tidak lagi memiliki kepekaan sosial;
- Pemberitaan tentang kejahatan, seks dan keke-rasan merupakan menu utama yang mewarnai pemberitaan kejahatan di media cetak;
- Pemberitaan kejahatan dalam pers lebih banyak melaksanakan fungsi "to inform" (memberi infor-masi) dan "to entertain" (menghibur) daripada tugas "to educate" (mendidik), "to activate" (menggerakkan) dan "to protect" (melindungi korban/saksi);
- Dalam pemberitaan kejahatan, pers masih dianggap sebagai "problem makers" ketimbang "problem solvers".
- Kemajuan teknologi informasi dan telekomunikasi juga nampaknya berpengaruh pada perkembangan dunia kejahatan saat ini. Mudah dan cepatnya informasi/komunikasi saat ini sangat menunjang lajunya perekonomian dunia. Keterjalinan dan ketergantungan tata sosial ekonomi nasional dengan tata sosial ekonomi dunia/internasional, sangat mempengaruhi kecenderungan terjadinya interna-sionalisasi kejahatan. Ruang lingkup operasional dan dimensi kejahatan saat ini, terutama kejahatan ekonomi (economic crime) dan kejahatan yang menggunakan kemajuan teknologi (Hitech crime), sudah bersifat "transnasional", melampaui batas-batas negara. Keprihatinan terhadap perkembangan yang demikian selalu diungkapkan dalam Kongres-kongres PBB mengenai "The Prevention of Crime and the Treatment of Offenders". Misal dalam salah satu pertimbangan putusan Kongres ke-7 th. 1985 (khususnya putusan mengenai "Guiding Principles for Crime Prevention and Criminal Justice in the Context of Development and a New International Economic Order"), antara lain ditegaskan :
..... that the international and national economic and social orders are closely related and are becoming more and more interdependent and that, as a growing sociopolitical problem, crime may transcend national boundaries.
Mengenai kejahatan yang berhubungan dengan teknologi komputer, Kongres PBB ke-8 (1990) antara lain menyatakan :
"pertumbuhan pemanfaatan teknologi komputer dan jaringan telekomunikasi dan komputer yang sangat luas sebagai bagian integral dari operasi/kegiatan-kegiatan di bidang keuangan dan perbankan secara internasional saat ini, dapat juga menciptakan kondisi-kondisi yang menunjang aktivitas kejahatan di dalam maupun di antara berbagai negara;
("the growing utilization of computer technology and world-wide computer and telecomunication networks as an integral part of contemporary international financial and banking operations can also create conditions that greatly facilitate criminal operations within and between countries").
Sehubungan dengan kebutuhan serba cepat dan praktis, dunia perekonomian saat ini memanfaatkan teknologi komputer dan elektronik yang dikenal de-ngan EFTS ("Electronic Funds Transfer System"). Menurut August Bequai, EFTS ialah "pengiriman data yang berhubungan dengan pemindahan dana melalui jaringan komunikasi" ("the transmission of data regarding fund transfer over communication network"). Adanya EFTS ini, menurut August Bequai, juga membantu semakin berkembangnya internasionalisasi kejahatan (August Bequai, White-collar Crime: A 20th- Century Crisis, 1978, hal. 164 dan 169).
Jadi secara singkat dapat dikatakan, bahwa perkem-bangan kemajuan informasi bisnis/ekonomi dan informasi teknologi yang bersifat global/transnasional, juga dapat mempunyai dampak pada perkembangan kejahatan ekonomi dan kejahatan teknologi yang juga bersifat transnasional/internasional.
- Memperhatikan berbagai fenomena dampak negatif dari era informasi dan komunikasi seperti diungkapkan di atas, dapat dibayangkan betapa beratnya tantangan nilai-nilai keimanan (kematangan kejiwaan/emosional dan kematangan "pengendalian diri") saat ini. Menghadapi era informasi yang nampaknya sulit dibendung itu, jelas diperlukan peningkatan kema-tangan kejiwaan/rohaniah, kematangan emosional dan kematangan "pengendalian diri" sebagai penangkal utamanya. Tepatlah apabila bulan Ramadhan ini dijadikan sebagai sarana dan sekaligus pusat proses pemadatan dan peningkatan kembali energi kematangan kejiwaan/rohani (kematangan iman dan taqwa) yang akan membuahkan kematangan "pengendalian diri". Tepat pulalah tema kajian yang ditetapkan panitia untuk malam ini, yaitu "memahami makna keimanan dalam menghadapi era informasi". Apabila kita tidak memahami dengan baik (dalam arti menghayati dan memperteguh) nilai-nilai keimanan, tidak mustahil kita terbawa hanyut dan terjerumus ke dalam sisi-sisi dampak negatif dari era informasi yang antara lain telah dikemukakan di atas. Misalnya :
- Dengan sarana informasi/komunikasi yang canggih saat ini, seseorang yang kadar imannya lemah mungkin saja menyampaikan informasi-informasi negatif antara lain "ngrasani", membicarakan/ menyebar aib orang, menyebarkan kedustaan dan fitnah dsb. Hal demikian tidak seharusnya dilakukan bagi orang yang kadar imannya cukup kuat, karena Al-Qur'an menyatakan :
Al-Hujurot: 12 :
- Hai orang-orang beriman, jauhilah kebanyakan dari prasangka, sesungguhnya sebagian prasangka itu adalah dosa,
- dan janganlah kamu mencari-cari kesalahan (aib/ rahasia) orang lain,
- dan janganlah sebagian kamu menggunjing sebagian yang lain;
Al-Baqoroh: 191 :
"wal fitnatu asyaddu minal qatl"
(dan fitnah itu lebih besar (bahayanya) dari pembunuhan);
Al-Baqoroh: 217 :
"wal fitnatu akbaru minal qatl"
(Fitnah itu lebih besar (dosanya) dari pembunuhan);
Fitnah dikatakan lebih besar/lebih keji dari pembu-nuhan karena melakukan fitnah itu dalam Al-Qur'an diidentikkan juga dengan "kafir" (Al-Anfal:39) dan "syirik" (An-Nisaa': 91). Di samping itu, korban fitnah dapat lebih banyak dan lebih luas daripada korban pembunuhan.
- Kehidupan modern dengan berbagai informasi bisnis dan teknologi (lewat iklan), cenderung mengarah pada terbentuknya pola hidup yang berorientasi pada nilai-nilai materialistik, individualistik dan konsume-risme. Menghadapi kondisi kehidupan yang demikian, tidak mustahil bagi yang lemah imannya terjangkit penyakit "cemburu/iri-hati/berprasangka buruk" ter-hadap kelebihan materi/rizki orang lain; mengalami tekanan kejiwaan atau "stress" yang sangat berat; atau melakukan perbuatan-perbuatan nekad, me-nempuh jalan pintas ("budaya menerabas") untuk mencapai tujuan tertentu.
Dampak negatif demikian dapat kiranya ditangkal, sekiranya kita memahami dan menghayati nilai keimanan yang terkandung dalam tuntunan Al-Qur'an, surat An-Nisaa': 32 :
Dan janganlah kamu irihati terhadap apa yang dikaruniakan/ ditetapkan Allah kepada sebagian kamu lebih dari sebagian yang lain, (karena) bagi orang laki-laki dan perempuan ada bagian dari apa yang mereka usahakan, dan mohonlah kepada Allah sebagian dari karunia-Nya. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui segala sesuatu ".
Dalam ayat di atas digunakan kata-kata "fadhdho-lallaah" (yang ditetapkan/dilebihkan Allah). Kata "fadhola" atau "afdhol" secara harfiah dapat berarti "ditetapkan" (to remain) atau "lebih baik" (better than). Apa "yang ditetapkan" atau "dilebihkan" Allah itu dapat berupa "rizki harta/kekayaan, pangkat/kedudukan, ilmu/gelar, kecantikan/ ketampanan dsb.".
Jadi ajaran keimanan menuntun kita untuk tidak perlu iri terhadap kelebihan orang lain; dan oleh karena itu tidak perlu stress dan tidak perlu mengambil jalan pintas dengan melakukan perbuatan tidak terpuji.
Sebaliknya, bagi orang yang mendapat "kelebihan rizki" dari Allah, agama juga memberikan tuntunan untuk tidak terlalu individualistik, tetapi harus juga memberikan/meratakan rizkinya kepada orang lain yang berhak. Perhatikan misalnya tuntunan di dalam Q.S. An-Nahl: 71:
"Dan Allah "melebihkan" sebagian kamu dari yg. lain dalam hal rizki, tetapi orang-orang yg. dilebihkan (rizkinya) itu tidak mau memberikan kepada budak-budak yang mereka miliki (bisa dibaca: "karyawan", pen.) agar mereka sama (merasakan) rizki itu. Maka mengapa mereka mengingkari nikmat Allah?".
Di samping itu, banyak firman Allah di dalam Al-Qur'an (lihat a.l. Al-Baqoroh: 177, Ar-Rum: 38, Al-Isro":26) yang menyuruh kita menginfakkan sebagian harta/rizki kepada:
- orang tua (ibu-bapak), keluarga/kerabat dekat, anak yatim, fakir miskin, musafir (orang yang membutuh-kan pertolongan) dsb.; dan
- jangan menghambur-hamburkan harta (boros).
- Dunia informasi saat ini tidak dapat lepas dari perkembangan globalisasi ekonomi, persaingan meraih pasaran/peminat/keuntungan sebesar-besar-nya. Tanpa landasan iman yang kuat, tidak mustahil untuk meraih keuntungan yang sebesar-besarnya itu, orang lalu memberikan informasi (lewat iklan) yang berlebih-lebihan, melakukan persaingan curang, atau memproduksi barang-barang yang dapat merugikan/merusak/membahayakan orang lain dsb.
- Dengan berbagai informasi yang dapat merangsang emosi-emosi negatif di bidang seksualitas, tindakan a-susila dan tindakan brutal/sadis, dapat saja orang yang lemah imannya terhanyut ke arah perbuatan-perbuatan negatif itu.
- Akhirnya, marilah kita manfaatkan benar-benar bulan Ramadhan ini sebagai sarana dan pusat pemantapan/ pemadatan kembali nilai-nilai keimanan dan "pengen-dalian diri", dengan penuh kesungguhan dan perhi-tungan ("imanan wahtisaaban") serta dengan penuh "kesabaran dalam mencari ridho Allah". Karena Iman yang berada dalam hati merupakan kunci atau modal utama seseorang untuk menjadi manusia sejati. Baik buruk perilaku kita tergantung seberapa besar iman kita kepada Allah. Maha Besar Allah yang telah menjadikan bulan Ramadhan sebagai salah satu sub-sistem yang integral dari keseluruhan sistem/konsep Allah dalam memelihara kualitas kemanusiaan, kualitas hidup dan kehidupan, atau kualitas kemasyarakatan dan lingkungan hidup yang sehat dan bermakna.
Allahlah yang maha tahu bahwa kualitas kemanusiaan dan kemasyarakatan itu memang dapat "melemah/ memudar", oleh karena itulah diadakan Ramadhan (kewajiban puasa) sebagai suatu proses/mekanisme "Recycling/Rejuvenation/Regeneration/Re-inforcement/ Reconstruction/Reinjection/Re-formation"; bahkan seba-gai sarana reformasi total.
v
Ceramah Ramadhan VI *)
RAMADHAN: BULAN PENINGKATAN
KUALITAS MUSLIM DAN LINGKUNGAN HIDUP
- Dari hari kehari, minggu ke minggu, bulan ke bulan sampai tahun demi tahun, terdapat kemajuan yang mencengangkan dalam bidang ilmu/kepandaian. Misal semakin canggih dalam teknologi, semakin terbebas dari buta aksara dan sebagainya. Akan tetapi kemajuan dalam beberapa bidang kehidupan manusia tersebut tidak mengurangi kemerosotan lingkungan alam maupun kemerosotan lingkungan alam maupun sosial bahkan terus bertambah.
- Kemerosotan tersebut, telah disiarkan atau diberitakan di berbagai media informasi; dan realita menunjukkan adanya "kemerosotan/penurunan kualitas kehidupan dan lingkungan sosial/alam", antara lain :
- berkembangnya cara hidup yang semakin indivi-dualistik, materialistik, hedonis tidak mau mengerti persoalan atau kekurangan orang lain;
- menurunnya kualitas moral dengan berbagai bentuk pelecehan seksual dan pelanggaran kesusilaan;
- adanya kesenjangan material yang sangat menyo-lok;
- semakin meningkatnya perusakan dan pencemaran lingkungan;
- merebaknya berbagai tindak kejahatan; penyalah-gunaan kekuasaan (termasuk kekuasaan ekonomi), korupsi, penyalahgunaan narkoba; dan
- menurunnya kualitas penegakan hukum dan keadilan.
- Sebagai seorang muslim, selayaknya kita melakukan introspeksi terhadap keislaman kita. Apakah kita masih layak dianggap seorang muslim kalau kita ikut andil merusak lingkungan alam maupun sosial? Apakah kita masih berhak menyandang gelar kholifah fil Ardhi (Pemimpin di muka bumi)? Apakah kita masih berhak mengemban amanah agama Islam kalau kita mengebiri nilai-nilai Islam yakni perlindungan terhadap sesama dan alam semesta?
- Upaya peningkatan kualitas manusia dan lingkungan hidup inilah yang selalu menjadi masalah sentral dan menjadi pusat perhatian para nabi/rasul, para ulama/ ilmuwan/cendekiawan dan para penyelenggara negara/ pemerintahan (pemegang kekuasaan). Para nabi/rosul diutus Allah untuk memperbaiki kerusakan ummat dan meningkatkan kualitas kehidupan dengan memberikan tuntunan/ pedoman hidup dan kehidupan. sebagaimana disebutkan dalam QS. Al Anbiya' ayat 107
"Dan tiadalah kami mengutus kamu, melainkan untuk (menjadi) rahmat bagi semesta alam".
- Para ulama/ilmuwan/cendekiawan juga pada hakikatnya merupakan pewaris nabi dan rosul. Peran ulama/ ilmuwan/cendekiawan berupaya untuk mengatasi ber-bagai masalah yang berhubungan dengan kualitas kehidupan/lingkungan masyarakat sekitarnya. Demikian pula disusunnya GBHN oleh wakil-wakil rakyat dan penyelenggara negara, pada hakikatnya bermaksud membangun masyarakat/lingkungan hidup yang ber-kualitas, baik kualitas fisik/materiel maupun kualitas non-fisik/immateriel.
- Merosotnya kualitas lingkungan itu tidak dapat dilepaskan dari menurunnya kualitas kematangan kejiwaan/emosi pengendalian diri, menurunnya kualitas kematangan ilmu/tuntunan/ konsep-konsep kehidupan, dan menurunnya kualitas kematangan kepekaan/ kepedulian sosial. Dengan kata lain, disebabkan oleh menurunnya kualitas keimanan/ketaqwaan, kualitas ilmu, dan kualitas amal.
- Maha besar Allah yang sangat mengetahui segala persoalan manusia ciptaan-Nya (termasuk masalah kualitas kehidupan manusia ini). Dan maha besar Allah yang juga mengetahui bagaimana mengatasi kemero-sotan kualitas lingkungan itu. Salah satu konsep/ sistem Allah untuk memelihara kualitas manusia dan lingkungan hidup ini ialah dengan diwajibkannya "puasa" selama bulan Ramadhan. Kegiatan dalam bulan Ramadhan sarat dengan kurikulum/silabi untuk menga-tasi lingkungan itu, yaitu kurikulum untuk meningkatkan IMTAQ, ILMU, dan AMAL. Ketiga karakteristik "trilogi" ini sangat melekat dalam kegiatan bulan Ramadhan, yang apabila diamalkan dengan baik, Allah menjamin di dalam Q.S. Al-Fathir:29, kita mendapatkan "perniagaan yang tidak akan merugi" (dengan istilah ekologi berarti Allah menjamin "kualitas manusia dan lingkungannya tidak akan merugi/mengalami kemerosotan").
- Resume :
Bulan Ramadhan merupakan :
- sub sistem/bagian integral dari sistem/ konsepsi Allah yang berhubungan dengan proses PEMELIHARAAN:
- "Kualitas Kemanusiaan Muslim";
- "Kualitas Hidup Dan Kehidupan"; dan
- "Kualitas Kemasyarakatan/ Lingkungan Hidup".
- PROSES/mekanisme "daur ulang" :
- "penyucian/pembersihan kembali" semua daki/ karat/kotoran/lumpur yang melekat 11 bulan yl.;
- "memperkuat kembali" kematangan kejiwaan/ emosional dan kematangan/kepekaan sosial yang melemah/memudar;
- "proses ketaqwaan", "proses pemadatan kembali energi kejiwaan/kematangan rokhani"; (lihat Q.S.Al-Baqoroh: 183, bahwa tujuan puasa adalah "la'allakum tattaquun").
- "proses recycling, rejuvenation, regeneration, reinforcement, reconstruction, reinjection, reforma-tion".
Maha Suci dan Maha Besar Allah yang sangat mengetahui, bahwa sifat/kualitas manusia yang dicipta-kan-Nya adalah makhluk yang sangat lemah/dhoif. Melalui Ramadhan ini, marilah kita gunakan kesempatan ini untuk menegaskan kembali nilai-nilai muslim kita. Dengan kita menjadi seorang muslim yang kaffah insya Allah kualitas lingkungan hidup akan terjaga dengan baik.
-v-
Ceramah Ramadhan VII
SYUKUR KEPADA ALLAH *)
(Ramadhan: Bulan Yang Patut Disyukuri)
- Jamaah qiyamur ramadhan yang berbahagia. Marilah pertama-tama kita panjatkan puji syukur ke hadirat Allah swt, bahwa hari ini kita masih dapat menjalani ibadah puasa dan ibadah shalat tarawih berjamaah. Ajakan syukur ini bertepatan dengan topik ceramah ramadhan yang ditetapkan panitia kepada saya, yaitu "Bersyukur kepada Allah swt.".
- Terlalu banyak nikmat Allah kepada kita, sehingga tidak mungkin kita menghitungnya. Allah menyatakan dalam Al Qur'an (Q.S.. Ibrohim : 34 ) :
34. Dan Dia telah memberikan kepadamu (keperluanmu) dan segala apa yang kamu mohonkan kepadanya. Dan jika kamu menghitung nikmat Allah, tidaklah dapat kamu menghinggakannya. Sesungguh-nya manusia itu, sangat zalim dan sangat mengingkari (nikmat Allah).
Karena demikian banyaknya nikmat Allah itu, maka Allah mengingatkan (sekaligus "menantang") kita berulang kali dalam Q.S. Ar-rakhman ayat 13 dst. (31 kali) :
"Dan nikmat Allah manakah yang engkau dustakan?"
- Salah satu ni'mat Allah yang sepatutnya kita syukuri ialah datangnya bulan Ramadhan, karena berbagai alasan :
- Pertama, karena Ramadhan menguji keimanan kita. Dengan kita dapat menjalani puasa dan melaksa-nakan jamaah tarawih sampai malam ini, menan-dakan bahwa Allah masih memberikan nikmat yang terbesar kepada kita, yaitu nikmat "iman dan islam"; di samping tentunya nikmat kesehatan dsb. Tanpa iman dan kesehatan, tidak mungkin kita mampu melaksanakan ibadah puasa dan shalat dengan baik.
Masih terpeliharanya kualitas "iman dan islam" kita sampai hari ini sepatutnya disyukuri, karena ada orang lain yang hatinya/imannya tetap membeku atau tidak teruji kualitasnya, sehingga ia tidak mampu melaksanakan ibadah puasa di bulan Ramadhan ini.
- Kedua, kita patut bersyukur karena Ramadhan merupakan "sistem daur ulang (recycling)" atau "proses peremajaan kembali (rejuvenation)", proses "penyuntikan kembali (reinjection)", proses "pengu-atan kembali (reinforcement)", proses "kebangkitan/ kelahiran kembali (regeneration)", proses "pemben-tukan kembali (reconstruction)" dan proses "pemba-haruan kembali (reformation)" yang dibuat Allah untuk memelihara dan meningkatkan :
- kualitas "Imtaq, ilmu, dan amal" ;
- kualitas "kematangan jiwa, kematangan ilmu, dan kematangan kepekaan/kepedulian sosial";
- kualitas kemanusiaan dan kemasyarakatan / lingkungan hidup; atau
- kualitas hidup dan kehidupan.
- Ketiga, karena puasa itu sendiri sarat dengan berbagai kenikmatan, a.l. :
- "ni'mat berbuka" : nikmat yang paling utama adalah nikmat pada saat berbuka, yang tidak dapat dirasakan oleh orang yang tidak melakukan puasa;
- "ni'mat bertemu dengan Tuhannya disebabkan puasanya" berdasarkan hadist "lis Shooimi Farhatani yafrohu-huma : idza afthoro fariha bifitrihi wa idza laqiya robbahu fariha bishoimihi". Selain itu, pahala puasa Ramadhan hanya Allah yang akan membalasnya (berdasarkan hadist "kullu 'amalibni adama lahu, illas shouma fainnahu li wa ana ajzi bihi").
- "ni'mat kenyang/berkecukupan" : selama menja-lani puasa, kita bisa benar-benar merasakan betapa nikmatnya "kenyang" (bisa makan-minum atau "berkecukupan") dibandingkan dengan "lapar" (serba kekurangan); betapa nikmatnya "sehat" dibandingkan dengan "sakit";
- "ni'mat ibadah" yang beraspek ganda (vertikal/ horizontal) : selama Ramadhan ada kenikmatan berupa kemudahan/keringanan dalam menjalan-kan ibadah shalat (bangun shubuh biasanya sulit; apalagi shalattul lail), ada kemudahan membaca Al-Qur'an atau mendalami/ memperoleh ilmu agama lewat berbagai media (jadi ada "ni'mat ilmu"); ada "ni'mat amal/sosial" (keringanan untuk memberi/ menerima infak dan ibadah sosial lainnya; ada "ni'mat silaturrahmi" (minimal lewat shalat berja-maah);
- "ni'mat barokah/pahala/ganjaran" : - dalam bulan Ramadhan (sebagai "syahrun mubarok"), Allah melipatgandakan pahala, a.l. dalam hadits disebut-kan, bahwa :
- satu langkah mendatangi majlis ilmu = 1 tahun ibadah;
- tiap rakaat shalat jamaah = 1 kota kenikmatan;
- taat pada orang tua à mendapat kasih sayang Allah dan Nabi menanggung dalam surga;
- istri mencari keridhoaan suami, pahalanya seperti Siti A'isyah dan Siti Maryam;
- mencukupi kebutuhan saudaranya, akan dicukupi 1000 kebutuhannya di hari qiyamat;
- tidurnya = ibadah ("naumu shoim 'ibadah");
- diamnya = tasbih ("washumtuhu tasbih");
- amalnya, dilipatgandakan ("wa'amaluhu mudho 'afah");
- doanya, dikabulkan ("wa du'auhu mustajabun");
- dosanya, diampuni ("wa dzambuhu maghfur").
- "ni'mat maghfiroh" : - Berdasarkan hadits "man shoma romadhona imanan wahtisaaban ghufirolahu maa taqoddamu min dzambih", maka bulan Rama-dhan jelas merupakan "bulan pengampunan/amnesti besar-besaran" dari Allah. Mendapat pengampunan jelas suatu kenikmatan, terlebih secara tidak kita sadari mungkin terlalu banyak dosa yang kita lakukan selama 11 bulan yang lalu.
- Terhadap banyaknya nikmat (pemberian) Allah itu, Allah tidak minta "imbalan" apa-apa kepada kita, kecuali hanya meminta kita "bersyukur" dan "ingat" kepada-Nya.
- Allah berfirman dalam Q.S. An-Nahl : 114:
"wasykuruu ni'matallahi in kuntum iyyahu ta'buduun"
(Dan syukurilah ni'mat Allah, jika hanya kepadaNya kamu menyem-bah).
- Q.S. Al-Baqoroh : 152 :
"Ingatlah kepada-KU, niscaya AKU ingat kepadamu. Bersyukurlah kepada-KU, dan jangan kamu mengingkari (nikmat)-KU".
- Q.S.. Ibrohim : 7 :
"Dan (ingatlah juga), tatkala Tuhanmu memaklumkan; "Sesungguh-nya jika kamu bersyukur, pasti Kami akan menambah (nikmat) kepadamu, dan jika kamu mengingkari (nikmat-Ku), maka sesungguhnya azab-Ku sangat pedih".
- Bersyukur atas nikmat Allah, tentunya per-tama-tama harus "ingat" kepada pemberi nikmat (Allah). "Ingat" (dzikir) kepada Allah mengandung makna yang sangat luas. Intinya ialah : "ingat akan segala perintah dan larangannya". Adapun bentuk/perwujudannya dapat bermacam-macam :
- syukur bil-lisan; syukur bil-arkan; syukur bil-qolbi;
- syukur bil-arkan a.l. melaksanakan shalat, puasa, zakat/berinfak/shodaqoh/menolong penderitaan orang lain, dsb.
Semoga kita semua termasuk orang yang pandai bersyukur.
Ramadhan VIII
RAMADHAN : BULAN PENINGKATAN
KUALITAS KAJIAN AL-QUR'AN *)
- TURUNNYA AL-QUR'AN:
- Diturunkan di bulan Ramadhan (Al-Baqarah: 185) :
"syahru romadhonal ladzi unzila fiihil quran, hudal linnaas wa bayyinatim minal hudaa wal furqon"
"Bulan Ramadhan, bulan yg. dalamnya diturunkan Al- Quran sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelasan mengenai petunjuk-petunjuk itu dan pembeda (antara yang hak dan bathil)".
- Diturunkan oleh Allah, Tuhan semesta alam dan dibawa oleh Ruh Al-Amin/Jibril, bukan oleh setan (Q.S.. Asy-Syu'ara) :
- ayat 192 :
"Dan sesungguhnya Al-Qur'an ini benar-benar diturunkan oleh Tuhan Semesta Alam".
- ayat 193 :
"Dia dibawa turun oleh Ar- Ruh Al-Amin (Jibril)".
- ayat 210 :
"Dan Al Qur'an itu bukanlah dibawa oleh syaitan-syaitan".
- ayat 211 :
"Dan tidaklah patut mereka (setan) membawa Al Qur'an itu dan tidak akan kuasa".
- Diturunkan dengan ILMU ALLAH (Q.S. Hud:14) :
Jika mereka yang kamu seru itu tidak menerima seruanmu (ajakanmu) itu maka ketahuilah, sesungguhnya Al Quran itu diturunkan dengan ilmu Allah, dan bahwasanya tidak ada Tuhan selain Dia, maka maukah kamu berserah diri (kepada Allah)?
- Al Qur'an MERUPAKAN "ANUGERAH TER-MULIA" :
- Sebagai "rahmat" (Al-Qoshosh:86):
Dan kamu tidak pernah mengharap agar Al Quran diturunkan kepadamu, tetapi ia (diturunkan) karena suatu rahmat yang besar dari Tuhanmu, sebab itu janganlah sekali-kali kamu menjadi penolong bagi orang-orang kafir.
- Di dalam Al-Qur'an terdapat "rahmat dan pelajaran" (Al- Ankabut: 51) :
Dan apakah tidak cukup bagi mereka bahwasanya Kami telah menurunkan kepadamu Al Kitab (Al Quran) sedang dia dibacakan kepada mereka? Sesungguhnya dalam (Al Quran) itu terdapat rahmat yang besar dan pelajaran bagi orang-orang yang beriman.
- Al-Qur'an merupakan "penawar/obat dan rahmat" (Al-Isro':82):
Dan Kami turunkan dari Al Quran suatu yang menjadi penawar dan rahmat bagi orang-orang yang beriman dan Al Quran itu tidaklah menambah kepada orang-orang yang zalim selain kerugian.
- Al-Qur'an mengandung "hikmat, petunjuk dan rahmat" (Luqman:1-3) :
"(1) Alif laam miim; (2) Inilah ayat-ayat Al-Qur'an yang mengan-dung hikmah; (3) menjadi petunjuk dan rahmat bagi orang-orang yang berbuat kebaikan".
- Al-Qur'an memberi "petunjuk ke jalan yang lurus" (Al-Isro': 9) dan membawa "kebenaran" (Al-Isro':105) :
- (Ayat 9) :
Sesungguhnya Al Quran ini memberikan petunjuk kepada (jalan) yang lebih lurus dan memberi khabar gembira kepada orang-orang Mu'min yang mengerjakan amal saleh bahwa bagi mereka ada pahala yang besar.
- (Ayat 105) :
Dan Kami turunkan (Al Quran) itu dengan sebenar-benarnya dan Al Quran itu telah turun dengan (membawa) kebenaran. Dan Kami tidak mengutus kamu, melainkan sebagai pembawa berita gembira dan pemberi peringatan.
- Al-Qur'an diturunkan "tidak untuk kesusahan" (Thoha:2) :
"Kami tidak menurunkan Al-Qur'an ini kepadamu agar kamu mendapat kesusahan".
- Al-Qur'an "mudah untuk pelajaran" (Al-Qomar: 17, 22, 32, 40) :
"Dan sesungguhnya telah Kami mudahkan Al-Qur'an untuk pelajaran, maka adakah orang yang mau mengambil pelajaran?"
- Al-Qur'an membawa "kemuliaan dan berkah" (Al-Anbiya') :
- (Ayat 10) :
"Sesungguhnya telah Kami turunkan kepadamu sebuah Kitab yang di dalamnya terdapat sebab-sebab kemuliaan bagimu; maka apakah kamu tidak memahaminya?"
- (Ayat 50) :
"Dan Al-Qur'an ini adalah suatu Kitab (peringat-an) yang mempunyai berkah yang telah Kami turunkan; maka mengapa kamu mengingkari-nya?".
- Al-Qur'an : "tidak ada keraguan" dan "pe-tunjuk" (Al-Baqoroh ayat 2) :
"Kitab (Al-Qur'an) ini tidak ada keraguan padanya, petunjuk bagi mereka yang bertaqwa".
- Al-Qur'an : "bacaan yang mulia" (Al-Waqiah) :
Allah bersumpah (ay. 75), dengan sumpah yang besar (ay.), bahwa :
- "Sesungguhnya Al-Qur'an itu, BACAAN YANG SANGAT MULIA" (ayat 77);
"Diturunkan dari Tuhan Semesta Alam" (ay.80)
.
- "Maka apakah kamu menganggap REMEH saja Al-Qur'an ini?" (ayat 81).
- Al-Qur'an diturunkan "bukan main-main" (At-Thoriq:14) :
"Dan sekali-kali bukanlah dia (Al-Qur'an) senda gurau (bukan main-main)".
- AL-QUR'AN HARUS DIPELAJARI (JANGAN DIREMEH-KAN/DILUPAKAN) :
- Di dalam Q.S. Thoha:126, Allah menegaskan, bahwa "barang siapa meremehkan/ melupakan Al-Qur'an, maka pada hari akhir nanti Allah-pun akan melupa-kannya/tidak-peduli" :
Allah berfirman: "Demikianlah, telah datang kepadamu ayat-ayat Kami, maka kamu melupakannya, dan begitu (pula) pada hari ini kamupun dilupakan."
- Pengertian "meremehkan" dapat mengandung arti :
- melalaikan "Kitab-Nya" :
- tidak memiliki Al-Qur'an (sedang buku-buku lain punya);
- memiliki Al-Qur'an tetapi hanya hiasan/ dipajang dan tidak dibaca (sedang buku lain dibaca/ dipelajari);
- melalaikan "ISI-nya", a.l. :
- menghindari/tidak menghadiri pengajian;
- hadir dalam pengajian, tetapi ngantuk, ngobrol sendiri, pacaran dsb.;
- tidak melaksanakan isi Al-Qur'an.
- RAMADHAN : BULAN MEMPELAJARI AL-QUR'AN (BUKAN SEKEDAR "MEMPERI-NGATI" AL-QUR'AN)
- Berbagai nama lain Al Qur'an menunjukkan fungsi Al- Qur'an bagi kehidupan manusia. Apakah sebagai petunjuk, sebagai pemberi kabar terhadap segala keterbatasan manusia, sebagai pembeda terhadap apa yang baik dan tidak baik bagi manusia, sebagai pemberi peringatan terhadap tingkahlaku manusia, sebagai sumber ilmu pengetahuan sampai berfungsi sebagai pengobat hati dan fisik manusia.
- Turunnya Al-Qur'an di bulan Ramadhan, bukan sekedar untuk diperingati, tetapi untuk dipelajari dan diamalkan. Jadi, Ramadhan bukan sekedar bulan memperingati Al-Qur'an, tetapi bulan yang setiap harinya Al-Qur'an memberi peringatan (petunjuk) kepada kita. Tidak mungkin Al-Qur'an menjadi "huda" (petunjuk/pedoman) kalau tidak pernah dipelajari.
- Di dalam Q.S. Al-Fathir:29, Allah mendahulukan/ mengutamakan "yatluuna Kitaballah" ("membaca/ mempelajari Al-Qur'an" atau identik dengan "menuntut ILMU") dari pada "aqomush sholah" (simbol "IMTAQ") dan "anfaquu mimma rozaqnaahum" (berinfak, simbol "AMAL"). Namun ditegaskan, bahwa ketiga-tiganya (ILMU, IMTAQ, AMAL) merupakan "perniagaan yang tidak akan merugi".
Lengkapnya firman Allah itu berbunyi sbb.:
"Sesungguhnya orang-orang yang selalu membaca Kitab Allah dan mendirikan shalat dan menafkahkan sebagian rizki yang Kami anugerahkan kepada mereka dengan diam-diam dan terang-terangan, mereka itu mengharapkan perniagaan yang tidak akan merugi".
Ceramah Ramadhan IX
AL-QUR'AN DAN CINTA ILMU PENGETAHUAN*)
- Topik ceramah Ramadhan yang ditetapkan panitia malam ini ialah "Al-Qur'an dan ajakan untuk mencintai pengetahuan". Membicarakan masalah Al-Qur'an dalam bulan Ramadhan memang merupakan hal yang wajar dan bahkan seharusnya, karena karakteristik Ramadhan tidak hanya masalah "puasa". Sebagaimana disebut dalam Q.S.. Al-Baqoroh ayat 183; tetapi karakteristik Ramadhan ialah bulan turunnya Al-Qur'an sebagai-mana disebutkan dalam Q.S. Al-Baqoroh ayat 185, bahwa :
"Bulan Ramadhan, bulan yang di dalamnya diturunkan Al-Qur'an sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelasan mengenai petunjuk itu dan pembeda (antara haq dan bathil)".
Jadi karakteristik Ramadhan terfokus pada dua hal :
- bulan diwajibkannya kita berpuasa; dan
- bulan turunnya Al-Qur'an untuk dipelajari.
- Karakteristik Ramadhan itu (kewajiban puasa dan kewajiban mempelajari Al-Qur'an), pada hakikatnya merupakan "metode Allah" untuk memelihara dan meningkatkan kualitas manusia dan kehidupan. Maha Besar Allah yang sangat mengetahui kualitas manusia yang diciptakannya, yaitu sebagai makhluk yang "dhoif"/lemah ("wa khuliqol insaanu dhoifaan"; Q.S.. An-Ni-saa':28). Oleh karena itu, Maha Besar Allah pulalah yang mengetahui cara/metode bagaimana untuk meningkatkan kualitas manusia yang lemah itu. Caranya yaitu dengan menjadikan bulan Ramadhan sebagai bulan untuk proses daur ulang ("recycling") dalam rangka meningkatkan kembali kualitasnya. Jadi Ramadhan dijadikan bulan untuk melakukan "rejuvenation", "reinjection", "regeneration", "reinforce-ment", "renovation", dan "reformation" kualitas kema-nusiaan dan sekaligus kualitas kehidupan/kemasya-rakatan.
- Apa yang perlu di-"daur-ulang", diperbaiki dan ditingkat-kan kualitasnya? Maha Besar Allah yang menciptakan manusia terdiri dari struktur/organ fisik berupa "kepala" dan "perut" serta organ non-fisik "akal" dan "hati". Kedua organ itu sangat fital. Oleh karena itu kedua organ itulah yang paling penting untuk diproses daur-ulang selama bulan Ramadhan, yaitu dengan cara :
- "perut" (sebagai simbul nafsu materi/simbul keta-makan, dan simbul kesejahteraan) didaur-ulang dengan disuruh "puasa". Dengan "puasa perut" diharapkan dapat didaur-ulang kualitas "hati/Imtaq"*) sehingga diharapkan dapat mengendalikan nafsu perut (karena dapat menjadi sumber segala keru-sakan, baik rusak akal, badan dan jiwa), dan sekaligus menuntun nafsu perut itu ke arah yang positif, yaitu kualitas kematangan/ kepedulian/ kepekaan sosial;
- "kepala" (sebagai simbul "akal"/ilmu/pengetahuan/ konsep/nalar) didaur-ulang dengan disuruh mempela-jari "Al-Quran"; Sasarannya adalah peningkatan kualitas kematangan konseptual/tuntunan dan keilmuan dalam berkehidupan.
- Mengapa dikatakan, bahwa Al-Qur'an dapat mening-katkan kualitas kematangan konseptual dan keilmuan dalam berbagai bidang kehidupan? Karena Allah sendiri menyatakan (dengan SUMPAH YANG BESAR, Q.S. Al-Waqiah:75-76), bahwa Al-Qur'an merupakan "BACAAN/KITAB/ILMU yang SANGAT MULIA" ("innahu laquraanun kariim", Q.S. Al-Waqiah:77) dan diturunkan dengan "ilmu Allah" ("annamaa unzila bi 'ilmillaah; Q.S. Hud:14), yang di dalamnya mengandung sumber-sumber "petunjuk/pedoman/konsep/wawasan" dan "pelajaran/ilmu pengetahuan" (di bidang : sejarah, sosial, politik, ekonomi, hukum, etika, biologi, pengeta-huan alam, informasi/komunikasi dsb).
- Kalau Al-Qur'an dinyatakan sebagai "Bacaan/ kitab/ilmu yang sangat mulia", maka sewajarnyalah ummat Islam mempelajari/mendalaminya dan tidak meremehkannya begitu saja. Allah berfirman di dalam Al-Qur'an :
- Al-Waqiah : 81 :
"Maka apakah kamu menganggap REMEH saja Al-Qur'an ini?"
- Dalam Q.S. Thoha: 126 Allah menegaskan, bahwa barangsiapa meremehkan/melupakan Al-Qur'an, maka pada hari akhir nanti Allah pun akan melupa-kannya/tidak mempedulikan.
- Selanjutnya Allah berfirman pula dalam Al-Qomar:17, 22, 32, 40 :
"Dan sesungguhnya telah Kami mudahkan Al-Qur'an untuk pelajaran, maka adakah orang yang mau mengambil pelajaran?"
- Al-Fathir:29 :
"Sesungguhnya orang-orang yang selalu membaca/mempelajari Kitab Allah (Al-Qur'an) dan mendirikan shalat, dan menafkahkan sebagian rizki yang Kami anugerahkan kepada mereka dengan diam-diam dan terang-terangan, mereka itu mengharapkan perniagaan yang tidak akan merugi".
- Marilah kita jadikan bulan Ramadhan sebagai bulan mempelajari dan meningkatkan kualitas ILMU (Al-Qur'an), kualitas IMTAQ dan kualitas AMAL.
-v-
Ceramah Ramadhan X
AL-QUR'AN DAN UPAYA PENEGAKAN/KEADILAN HUKUM *)
- Ada dua karakteristik menonjol dari bulan suci Ramadhan sebagaimana disebutkan dalam Q.S. Al-Baqoroh, yaitu :
- Ramadhan sebagai bulan puasa (Al-Baqoroh:183); dan
- Ramadhan sebagai bulan diturunkannya Al Qur'an (Al-Baqoroh:185).
- Mengingat dua karakteristik yang demikian, maka wajar dalam kajian/ceramah ramadhan, tidak hanya dibahas hal-hal yang terkait dengan masalah "puasa", tetapi juga yang terkait dengan kajian mengenai isi/tuntunan Al Qur'an itu sendiri. Salah satu kajian tentang Al Qur'an yang ditetapkan panitia untuk ceramah Ramadhan kali ini, berjudul "Al Qur'an dan Upaya Penegakan Hukum".
- Pembahasan masalah Al Qur'an dan Penegakan Hukum merupakan masalah yang cukup luas dan tidak dapat dibahas dalam waktu yang relatif sangat singkat (khususnya dalam ceramah KULTUM). Oleh karena itu, dalam kesempatan ini hanya ingin diungkapkan prinsip-prinsip penegakan hukum menurut tuntunan Al Qur'an, antara lain sbb. :
- Q.S. An-Nisaa': 58
"Apabila kamu menghukum (menetapkan hukum) di antara manusia, maka hukumlah dengan adil".
Ayat ini mengandung prinsip persamaan/tidak diskri-minatif ("equality/indiskriminatif").
- Q.S. An-Nisaa': 135
"Wahai orang-orang yang beriman, jadilah kamu orang yang benar-benar penegak keadilan, menjadi saksi karena Allah biarpun terhadap dirimu sendiri atau ibu bapa dan kaum kerabatmu".
Ayat ini mengandung prinsip "tidak pilih kasih" ("non-favoritisme dan anti nepotisme") dan prinsip "tidak berpihak" ("fairness/ impartial");
- Q.S. An-Nisaa':135
"Maka janganlah kamu mengikuti hawa nafsu karena ingin menyimpang dari kebenaran/keadilan".
(Dengan istilah lain : "Janganlah karena mengikuti hawa nafsumu, kamu menyimpang dari kebenaran/ keadilan").
- Q.S. Al-Maidah:8
"Janganlah kebencianmu kepada suatu kaum (golongan), mendo-rong/menyebabkan kamu berlaku tidak adil".
Prinsip yang terkandung dalam sub c dan d di atas adalah, prinsip objektivitas (tidak subjektif).
- Berbuat adil merupakan hal yang sangat rahasia dalam benak penegak keadilan. oleh karena itu keadilan tersebut bersumber dari pribadi penegak keadilan itu sendiri. Allah telah mengingatkan bahwa keadilan itu tergantung ketaqwaan seseorang. Dan hanya Allah yang mengetahui terhadap apa yang kita lakukan. Adilkah yang kita lakukan atau tidak adilkah yang kita lakukan. Sebagaimana dalam firman Allah dalam Q.S. Almaidah ayat 8 :
"Berlaku adillah, karena adil itu lebih dekat kepada takwa. dan bertakwalah kepada Allah, Sesungguhnya Allah Maha mengetahui apa yang kamu kerjakan".
Kesimpulan :
- Hukum (kebenaran/keadilan) harus ditegakkan kepada siapa saja dengan tidak berpihak dan tanpa pandang bulu, baik terhadap diri sendiri maupun keluarga (ibu/bapak; atasan), karib kerabat maupun kaum/ golongannya;
- Hukum (kebenaran/keadilan) harus ditegak-kan secara objektif dengan menghindari/ menjauhi subjektivitas, baik karena hawa nafsu maupun rasa kebencian.
- Keadilan dipengaruhi kadar ketaqwaan seseorang kepada Allah.
-v-
Ceramah Ramadhan XI
AL-QUR'AN : SUMBER HUKUM, SUMBER "HUDA", SUMBER "BAYAN" DAN SUMBER "MAW'IDHOH"*)
- Telah sama dimaklumi, bahwa ada 2 (dua) karakteristik yang menonjol dari bulan Ramadhan, yaitu :
- sebagai bulan diwajibkannya orang beriman untuk "puasa" (Al-Baqoroh: 183); dan
- sebagai bulan diturunkannya "Al Qur'an" sebagai "petunjuk dan pembeda" (Al-Baqoroh: 185); à
"Syahru romadhonal ladzii unzila fiihil qur'anu, hudal linnaasi wa bayyinaatim minal hudaa wal furqon";
Oleh karena itu wajar dalam kajian ramadhan selalu dibahas hal-hal yang terkait dengan masalah "puasa" dan kajian tentang "Al Qur'an".
Kedua karakteristik itu seyogyanya menyadarkan kita, bahwa ada 2 (dua) sasaran utama dari proses daur ulang di bulan Ramadhan ini, yaitu mendaur-ulang kualitas "perut" dan kualitas "kepala" kita; kualitas "hati" (imtaq) dan "akal". Maha Besar Allah yang Maha Mengetahui, bahwa organ utama/fital manusia sebagai makhluk ciptaan-Nya adalah "kepala" dan "perut", dan oleh karena itu kedua organ fital itu perlu dipelihara kualitasnya (lihat uraian di atas).
- Tema kajian yang ditetapkan panitia malam ini adalah "Al Quran dan Hadits sebagai Sumber Hukum". Penetapan judul demikian, mungkin dikaitkan dengan profesi saya sebagai orang yang berkecimpung di dunia hukum. Namun sebenarnya, dalam konteks dan jiwa Ramadhan, pembicaraan tentang Al Quran dan Al Hadits seyogyanya tidak sekedar sebagai "sumber hukum", tetapi lebih dari itu, yaitu :
- sebagai "sumber petunjuk/tuntunan" dalam berkehi-dupan, seperti ditegaskan sendiri oleh Allah dalam surat Al Baqoroh: 185, yaitu sebagai "HUDAL LINNAAS", dan dalam Q.S. Ali Imron:138 dinyatakan sebagai "BAYANUL LINNAAS" (penerang/penjelas bagi manusia), sebagai "hudal lil-muttaqiin" dan sebagai "maw'idhotul lil-muttaqiin" (pelajaran bagi orang-orang yang bertaqwa).
(Al Quran) ini adalah penerangan bagi seluruh manusia, dan petunjuk serta pelajaran bagi orang-orang yang bertakwa. (Ali Imron:138)
Jadi singkatnya, Al Q merupakan sumber "hudaa" (petunjuk), sumber "bayaan" (penerang), dan sumber "maw'idhoh" (pelajaran).
- Al-Qur'an sebagai "hudal linnaas" (petunjuk bagi manusia) mengandung makna yang sangat luas, yaitu sebagai sumber "hudaa" (petunjuk/pedoman/tuntunan) dalam seluruh bidang kehidupan, baik di bidang hukum maupun dalam bidang kehidupan lainnya (bidang politik, sosial, ekonomi, kehidupan pribadi, kehidupan rumah tangga, kehidupan/pergaulan bermasyarakat dan bernegara, bahkan pergaulan/hubungan internasional dan hubungan dengan alam/lingkungan sekitar).
- Oleh karena Al-Qur'an seyogyanya menjadi sumber hukum, sumber petunjuk, sumber penerang, dan sumber pelajaran dalam berbagai bidang kehidupan, maka sepan-tasnya kita mempelajari dan mendalami (melaku-kan telaah) terus menerus isi Al-Qur'an dan sumber-sumber lainnya (Al Hadits), terutama di bulan Ramadhan ini. Tidaklah mungkin Al-Qur'an dan Al-Hadits dapat menjadi sumber petunjuk apabila kita sendiri tidak pernah membaca dan mempelajari/mendalaminya, bahkan meremehkannya. Padahal Allah sendiri berfirman di dalam Al-Qur'an antara lain dalam :
- Al-Waqiah :
Setelah Allah menyatakan "dengan SUMPAH yang BESAR" bahwa Al-Qur'an merupakan "bacaan/kitab/ ilmu yang sangat mulia" (ayat 75-77), selanjutnya Allah berfirman di dalam ayat 81 :
(afabihadzal hadiitsi antum mudhinuun).
"Maka apakah kamu menganggap REMEH saja Al Qur'an ini?"
- Dalam surat Thoha: 126 Allah menegaskan, bahwa barangsiapa meremehkan/melupakan Al-Qur'an, maka pada hari akhir nanti Allah pun akan melupa-kannya/tidak mempedulikan.
- Al Qomar: 17, 22, 32, 40 :
"Dan sesungguhnya telah Kami mudahkan Al-Qur'an untuk pelajaran, maka adakah orang yang mau mengambil pelajaran?"
- Al-Fathir: 29 :
"Sesungguhnya orang-orang yang selalu membaca/mempelajari Kitab Allah (Al-Qur'an) dan mendirikan shalat, dan menafkahkan secara diam-diam dan terang-terangan sebagian rizki yang Kami anuge-rahkan, mereka itu mengharapkan perniagaan yang tidak akan merugi".
- Semoga di bulan Ramadhan ini kita diberi kemudahan oleh Allah untuk mempelajari Al-Qur'an sehingga dapat menjadi sumber hukum, sumber "hudaa", sumber "bayaan", dan sumber "maw'idhoh" dalam kehidupan sehari-hari. Amien.
-v-
Ceramah Ramadhan XII
MANFAAT RAMADHAN BAGI UPAYA TEGAKNYA KEADILAN *)
- Topik yang ditetapkan panitia kepada saya untuk KULTUM Ramadhan kali ini berjudul "Manfaat Tegaknya Keadilan". Judul demikian terkesan terlalu umum atau seperti topik untuk ceramah umum di bidang hukum, sehingga tidak terkesan kaitannya dengan karakteristik Ramadhan yang biasanya berkisar pada kajian masalah "puasa" dan kajian masalah "Al Quran". Oleh karena itu, agar terkesan ada kaitannya dengan tema Ramadhan, maka judul yang ditetapkan panitia itu saya ubah sedikit, menjadi "MANFAAT RAMADHAN BAGI UPAYA TEGAKNYA KEADILAN".
- Manfaat tegaknya keadilan bagi manusia dan kehi-dupan, sudah jelas, karena keadilan merupakan salah satu kebutuhan manusia. MAHA BESAR ALLAH yang Maha Mengetahui kebutuhan manusia akan keadilan itu, sehingga banyak ayat di dalam Al Qur'an yang memerintahkan manusia berlaku adil dalam segala hal, walaupun akan merugikan diri sendiri. Di antara ayat-ayat itu, antara lain :
- QS. 16 (An-Nahl): 90
"Sesungguhnya Allah menyuruh (kamu) berlaku adil dan berbuat kebajikan, memberi kepada Kaum kerabat, dan melarang perbuatan keji, kemungkaran dan permusuhan. Dia memberi pengajaran kepadamu agar kamu dapat mengambil pelajaran."
- QS.4 (An-Nisaa'): 58
Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat kepada yang berhak menerimanya, dan (menyuruh kamu) apabila menetapkan hukum di antara manusia supaya kamu menetapkan dengan adil. Sesungguhnya Allah memberi pengajaran yang sebaik-baiknya kepadamu. Sesungguhnya Allah adalah Maha Mendengar lagi Maha Melihat.
- QS.4 (An-Nisaa'): 135
Intinya :
"Jadilah kamu orang yang benar-benar menegakkan keadilan, menjadi saksi karena Allah, walaupun terhadap dirimu sendiri, ibu bapamu, dan kaum kerabatmu";- "Janganlah kamu mengikuti hawa nafsumu karena ingin menyimpang dari kebenaran/keadilan".
- QS. Al-Maidah: 8
"Hai orang-orang yang beriman hendaklah kamu jadi orang-orang yang selalu menegakkan (kebenaran) karena Allah, menjadi saksi dengan adil. Dan janganlah sekali-kali kebencianmu terhadap suatu kaum, mendorong kamu untuk berlaku tidak adil. Berlaku adillah, karena adil itu lebih dekat kepada takwa. Dan bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.".
- QS.42 (Asy-Syuura): 15
Maka karena itu serulah (mereka kepada agama ini) dan tetaplah sebagai mana diperintahkan kepadamu dan janganlah mengikuti hawa nafsu mereka dan katakanlah: "Aku beriman kepada semua Kitab yang diturunkan Allah dan aku diperintahkan supaya berlaku adil diantara kamu. Allah-lah Tuhan kami dan Tuhan kamu. Bagi kami amal-amal kami dan bagi kamu amal-amal kamu. Tidak ada pertengkaran antara kami dan kamu, Allah mengumpulkan antara kita dan kepada-Nyalah kembali (kita)."
Dari ayat di atas, khususnya yang berbunyi:
"Aku beriman kepada semua Kitab yang diturunkan Allah dan aku diperintahkan supaya berlaku adil di antara kamu. Allah lah Tuhan kami dan Tuhan kamu. Bagi kami amal-amal kami, dan bagi kamu amal-amal kamu. ......",
jelas terlihat bahwa perlakuan adil wajib ditegakkan terhadap siapa saja, kendati terhadap orang yang tidak seagama (berlainan agama).
- Manusia tidak hanya butuh sesuatu yang bersifat materiel, tetapi juga yang bersifat immateriel (non bendawi). Manusia tidak hanya butuh kesejahteraan lahiriah (materiel), tetapi juga butuh kesejahteraan batiniah (immateriel). Oleh karena itulah sering dinya-takan, bahwa pembangunan nasional tidak hanya bertujuan meningkatkan kualitas masyarakat (lingkungan hidup dan kehidupan) secara materiel, tetapi juga secara immateriel. Kehidupan makmur dan berkecukupan secara materiel bukanlah jaminan untuk adanya lingkungan kehidupan yang berkualitas dan menyenang-kan. Apabila di dalam masyarakat tidak ada rasa aman akan perlindungan hak-hak asasinya, tidak ada jaminan perlakuan yang adil, tidak ada saling kepercayaan dan kasih sayang antar sesama, banyak ketidakjujuran, ketidakbenaran, dan penyalahgunaan kekuasaan di berbagai bidang kehidupan (politik, sosial, ekonomi, dsb.), maka kondisi masyarakat demikian jelas bukan kondisi masyarakat yang berkualitas/menyenangkan.
- Beberapa aspek immateriel yang dikemukakan di atas, merupakan kebutuhan rokhani dan sosial budaya manusia yang sangat mendasar. Kebutuhan rokhani dan sosial budaya yang mendasar itulah yang seyogyanya menjadi sasaran pembangunan dan penegakan hukum, karena sangat diperlukan untuk menjamin adanya kualitas lingkungan hidup yang sehat dan bermakna. Apabila kebutuhan sosial budaya yang sangat fundamental itu tidak terjamin atau tidak terpenuhi, maka akan timbul frustasi, kecemasan dan keresahan dalam kehidupan masyarakat yang pada gilirannya dapat membawa kehancuran eksistensi manusia dan keutuhan masyarakat itu sendiri. Dengan kata lain, tidak terpenuhinya kebutuhan rokhani dan sosial-budaya yang fundamental itu merupakan "sumber polusi" yang dapat menimbukan pencemaran sosial dan budaya yang merupakan bagian dari pencemaran lingkungan.
- Uraian di atas ingin menegaskan, bahwa pembangunan dan penegakan hukum dan keadilan pada hakikatnya merupakan bagian integral dari upaya membangun dan meningkatkan kualitas lingkungan hidup yang lebih berbudaya dan lebih bermakna. Oleh karena itu, apabila saat ini penegakan hukum dan keadilan dirasakan sedang mengalami penurunan kualitas (berarti kebutuhan immateriel itu tidak terpenuhi), maka wajar dirasakan adanya penurunan/kemerosotan kualitas lingkungan hidup bermasyarakat, antara lain "hilang/ menurunnya nilai keepercayaan, munculnya keresahan/ kecemburuan sosial, kebencian, anarkhi, perbuatan main hakim sendiri" dsb.
- Namun memang harus diakui, bahwa kebutuhan imma-teriel yang berupa keadilan ini, dalam kenyataannya tidak mudah diwujudkan (dipenuhi). Oleh karena itu sering muncul ungkapan ironis, bahwa cukup banyak lembaga/badan peradilan di Indonesia (bahkan di dunia), tetapi tidak banyak keadilan yang dijumpai/ditegakkan. Bahkan ketidakadilan terdapat dimana-mana, tidak hanya di bidang hukum (peradilan), tetapi juga di semua bidang kehidupan. Ada ketidakadilan politik, ketidak-adilan sosial, ketidakadilan ekonomi, ketidak-adilan di bidang pendidikan, di bidang kesempatan kerja, di bidang pemerataan penghasilan/upah, di bidang rumah tangga dsb.
- Jadi masalahnya bukan terletak pada apa "manfaat tegaknya keadilan", tetapi pada "bagaimana keadilan itu ditegakkan". Dalam konteks Ramadhan, masalahnya adalah "SEJAUH MANA RAMADHAN MAMPU MEM-BERIKAN MANFAAT/SUMBANGAN BAGI UPAYA TEGAKNYA KEADILAN"? atau "SEJAUH MANA PERANAN RAMADHAN DALAM MENUNJANG TEGAKNYA HUKUM DAN KEADILAN"?
Dengan terus menerus melakukan kajian Al-Quran selama Ramadhan, termasuk memahami dan mengha-yati tuntunan Tuhan tentang keadilan sebagaimana dikemukakan di atas, jelas diharapkan dapat menunjang tegaknya "Keadilan berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa" (seperti ditegaskan dalam Pasal 4 UU Kekuasaan Kehakiman No. 14/1970 jo. No. 35/1999, yang saat ini telah diganti dengan UU No. 4/2004). Terlebih apabila selama Ramadhan dapat diraih nilai-nilai kejujuran, ke-imanan, dan ketaqwaan yang menjadi inti tujuan dan hakikat puasa. Dengan kejujuran, keimanan, dan ketaqwaanlah, keadilan berdasarkan tuntunan Tuhan di atas itu baru dapat dilaksanakan.
Dalam tuntutan Allah di atas antara lain dinyatakan : "tegakkan keadilan walaupun terhadap dirimu sendiri, ibu bapakmu dan kaum kerabatmu" (An-Nisaa':135). Ini berarti harus ada "kejujuran" dalam menegakkan ke-adilan. Insya Allah nilai/sikap jujur ini dapat diraih melalui puasa, karena orang berpuasa dilatih untuk selalu jujur di hadapan Allah bahwa dirinya berpuasa (tidak makan/ tidak minum dsb.) pada hari itu, walaupun sebenarnya bisa saja dia berlaku tidak jujur dalam berpuasa.
-v-