Jum'at, 31 Juli 2009, jam di telpon genggam saya menunjukkan pukul sembilan lebih beberapa menit. Saya menuju sebuah rumah di belakang kampus IAIN SMHB (Institut Agama Islam Negeri Sultan Maulana Hasanudin Banten). Saya telah membuat janji dengan Devi Naufal Halwany, putera bungsu almarhum Halwany Michrob untuk melihat koleksi perpustakaan Halwany. Ada sebuah buku tentang Baduy yang ditulis (alm) Halwany yang saya perlukan untuk penulisan tesis saya. Judul tesis telah disetujui pembimbing, saya berencana menulis tentang hukum pidana adat Baduy, khusus hukum pidana adat materilnya, pemicunya adalah kasus pembunuhan yang terjadi Agustus 2005 di Lebak yang melibatkan warga Baduy, Sadim.
Indonesia memiliki hukum yang unik, ada dua hukum yang berlaku di negeri kami, hukum adat yang dibeberapa tempat masih berlaku dan hukum warisan kolonial yang ditransplantasikan/'dicangkokan' ke negeri kami.
Ternyata tak sulit menemukan rumah Devi Naufal Halwany, baru kali ini saya menemukan alamat yang belum saya ketahui tanpa bertanya pada orang sekitar, saya hanya berbekal informasi bahwa rumahnya berada di belakang kampus IAIN SMHB.
Sebuah bangunan rumah dua lantai saya temukan dengan tulisan "wisma purbakala" "mesti ini rumahnya,"pikir saya. Halwany Mihrob dikenal luas sebagai sejarawan Banten, saya mengetahui pertama kalinya dari Aman Sukarso, ayah saya. Ia beberapa kali bercerita tentang Halwany Mihrob dalam kesempatan makan malam atau saat santai lainnya di rumah ketika saya masih SMP (Sekolah Menengah Pertama) dan SMU (Sekolah Menengah Umum).
Saya memarkir kendaraan di luar rumah. berjalan memasuki pagar yang didisain seperti gerbang kerajaan kesultanan Banten. Luas tanahnya kurang lebih 1000 m2. Terdiri dari 2 bangunan rumah, rumah induk berbebentuk huruf L dan anak rumah berlantai dua bertuliskan "wisma purbakala". Ada juga sebuah bangunan untuk pembakaran keramik kuno, seperti tungku pembakaran batu bata dan genteng di daerah Majalengka. Belakangan saya tahu dari ibu Yati Rumyati Michrob, tungku tersebut biasa dipakai almarhum untuk membakar guci, tembikar, keramik kuno.
Ada juga sebuah kolam dengan gazeebo di tengahnya. Berbagai kerajinan keramik dapat kita temukan di sana-sini, sebagian besarnya menempel di dinding rumah berlantai dua.
Seorang perempuan berusia 60-an sedang duduk di teras rumah bersama anak kecil dan seorang ibu muda. Saya mengucap salam, mengenalkan sebagai putera Pak Aman begitu saya tahu ibu tadi adalah istri dari Halwany Michrob. Ia segera mengenali dan menanyakan kabar ibu saya.
"Tos teu aya bu, tos ngantunkeun November 2008 kamari (sudah nggak ada bu, sudah meninggalkan November 2008 kemarin)" jawab saya.
Ia terlihat terkejut karena tidak ada yang mengabari. Kami akhirnya mengobrol hangat, ia menceritakan pengapuran tulang yang dialaminya dan baru beberapa hari pulang dari rawat inap rumah sakit, saya menceritakan penyakit yang diderita ibu saya.
"Iya ya, meninggal tuh harus sakit dulu, maunya langsung aja (tanpa harus sakit)," matanya menerawang, lalu tersenyum.
"Bapak meninggal di rumah sakit apa itu di Jakarta yang kanker? pulang dari haji setelah menyelesaikan S3nya di Jepang, Jadi bapakmah nggak sempat diwisuda, yang ngambil ijasahnya juga ibu ke kedutaan Jepang di Jakarta, yang ngasiinnya Pak Nakamura, kata Pak Nakamura,"sayang yah pak Halwany udah nggak ada padahal orangnya pintar,"" papar bu Yati menirukan Nakamura.
"Kalau pulang dari luar negeri oleh-olehnya selalu buku, dulu waktu pulang dari Amerika kata ibu ditanya, mana oleh-olehnya? Tuh di peti kata bapak, dibuka petinya, isinya buuuku semua sepeti, iii lain artos (uang), ya itu, perempuanmah artos bae,"lanjutnya menirukan Halwany, ada getar kekangenan dalam suaranya.
Lalu ia kembali fokus pada saya yang berencana mencari buku tentang Baduy dan mempersilahkan saya ke dalam rumah, menuju perpustakaan Halwany. Rumahnya terasa adem nyaman, disana-sini terdapat benda bersejarah seperti keramik, foto-foto Halwani di dinding bersalaman bersama beberapa pejabat penting seperti Presiden Soeharto dan lain lagi. Saya berbelok ke kiri, lebih terang karena ada sebuah ruangan di dalam rumah yang atapnya dibiarkan terbuka sebagai sumber cahaya mentari dalam rumah, berbelok lagi menuju sebuah kamar berukuran 4x4 meter yang ternyata merupakan perpustakaan Halwany. Sebuah meja besar dengan kursi berbahan kulit hitam besar yang dapat diputar di belakangnya.
Bu Yati mempersilahkan saya melihat-lihat dan duduk di kursi belakang meja, lalu ia pamit meninggalkan saya agar leluasa melihat koleksi perpustakaan. Kursi besar tua itu masih tampak gagah, sejenak saya membayangkan Halwany duduk di atasnya. Saya tak mendudukinya sekalipun telah dipersilahkan, rasanya tak pantas.
Kiri-kanan ruangan itu dipenuhi rak-rak buku, ada beberapa sarang laba-laba menghiasi. Menurut Bu Yati, yang meneruskan perpustakaan adalah Devi, namun karena Devi bekerja di Lampung (akhir Juli ini resign) maka perputakaan jarang dikunjungi. Di meja besar ada klipingan koran tentang Banten masa lalu (berita tentang mata uang Banten yang belum sempat beredar). Proyektor film dalam sebuah lemari kaca berikut mesin slide proyektor. Saya menemukan berbagai buku tua versi aslinya seperti: The Religion of Java karya Clifford Geertz yang ditulis tahun 1959, sebuah buku yang ditulis Jan Pieterszoon Coen (pernah manjadi Gubernur Jenderal di Hindia Belanda), A Critique of The Study of Kinship karya Schneider dan banyak lagi. Satu dua buku saya ambil dan baca sekilas "Ini harta yang berharga," saya membatin. Saya tak menemukan buku yang saya cari. 15 menit kemudian saya kembali ke teras menemui bu Yati dan kembali mengobrol.
"Yang tau perpus cuma Devi, banyak tamu yang datang ke sini tapi Devinya nggak ada nggak ngerti ibu, mungkin sebentar lagi datang," jelasnya.
Saya memang janjian dengan kang Devi Jumat pagi, namun tak saya tentukan waktu tepatnya. Kang Devi sedang berada di Banten Lama, kunjungan bersama jajaran Pemerintah Kota Serang. Saya mengenalnya dari internet, rupanya ia yang mengelola www.perpushalwany.blogspot.com, lewat situs itulah saya berkenalan.
Sekilas tentang Halwany Michrob (disarikan dari www.Perpushalwany.co.cc)
M.Michrob dan Hj. Suhara mungkin tak pernah menyangka jika anaknya kelak menjadi seorang besar yang dihargai dan menjadi ikon sejarah di Banten. Anak itu bernama Halwany Michrob. Ia dilahirkan di Serang 14 Februari 1938. Kampung halamannya Kubang, Kaujon Serang. Ia kemudian menikah dengan seorang gadis Pandeglang Rd Yati Rumyati. Dari pernikahan tersebut keduanya dikaruniai enam anak: Dra. Fetin Hedrayatin, Eva Fagiah, SP., Agustiar, S.Ag., Ovi Hanif Iriana, SE (almarhum), Deni Hudaya, A.Md., Devi Naufal H, A.Md.
Halwany orang yang mencintai ilmu, orang dengan rasa keingintahuan yang tinggi, berbagai kursus juga diikutinya seperti: Pouw’s College Bandung – Java (Bahasa Inggris) di Bandung 1958-1960, Under Water Archaeological di Irian Jaya 1971, Extension Course di Singapure 1973-1974, Permuseuman di Kuala Lupur Malayesia 1976, Cultural Heritage Conservation di Honolulu 1982, SPAFA di Thailan 1983, Philippine Institute Of Doctors In Low (PIDIL) di Philipina 1987, Urban Heritage And Evolutionary Neighbourhood Development At Our Institute IHS (Institute For Housing And Urban Development Studies) di Belanda 1991, Architectural Urban Conservation TuDelft (Delft University Of Technology) di Belanda 1991 dan Archaeological Work Shop & Seminar di Jepang 1992.
Karir: Wartawan Reporter & Photografer Selecta 1966, Pelaksana Kandep Pandeglang tahun 1967, Pegawai Negeri P dan K bagian Kesenian Di Pandeglang tahun 1968, Pengatur Muda Mendikbud Jabar tahun 1971, Penata Muda Kakanwil Jabar tahun 1982, Kepala Museum Banten Lama tahun 1988, Kepala Suaka PSP Provinsi Jawa Barat, DKI Jakarta dan Lampung di Serang tahun 1991 dan PUSLITARKENAS di Jakarta tahun 1994.
Karya yang ditinggalkan: Mendirikan Museum di Irian Barat tahun 1970, mendirikan Museum Banten Lama tahun 1987, mendirikan Museum Kerakatau tahun 1992, Pendiri Kantor Suaka Peninggalan Sejarah dan Purbakala di Banten tahun 1991, mendirikan Museum Banten Girang tahun 1995, menggagas membuat gapura-gapura kaibon disetiap pintu gerbang kantor atau instansi, memberikan nama Griya Kaunganten pada gedung Darma Wanita Kab. Serang dan Motto yang ada di Kodim Serang “Gawe Kuta Baluwarti Bata Kalawan Kawis”.
Karyanya yang sudah dijadikan buku seperti; Ekspor-Impor Banten, Pengembangan Industri Keramik di Banten, Mengenal Peninggalan Sejarah dan Purbakala Banten, persepektif Budaya dan Bahasa Nusantara, Studi Banding Dalam konteks Kesamaan Akar Budaya Austronesia, Lebak Sibeduk dan Arca Domas di Banten Selatan, Kabupaten Serang Menyongsong Masa Depan (bersama Hasan M. Ambary), Pahlawan Nasional Sultan Ageng Tirtayasa dan Manfaatnya Terhadap pembangunan Banten, 30 Tahun Korem 064 Maulana Yusuf, Dokumen Historica Pohon Keluarga Besar pangeran Astapati, Temuan Perahu Kuno Tradisi Jawa Barat, Catatan Masa Lalu Banten, Katalogus Koleksi Data Arkeologi Banten (bersama Hasan M. Ambary dan John Miksich), Lompatan Waktu Mendahului Masa Keemasan Arkeologi di Indonesia, Situs Tirtayasa dan Situs Pagedongan, Sejarah Perkembangan Arsitektur Kota Islam Banten. Juga judul makalah dalam sejumlah seminar dan simposium, diantaranya; Bandar Banten, Penduduk dan Golongan Masyarakatnya, Kajian Historis dan Arkeologis serta Prospek Masyarakat Banten Masa Depan (bersama Hasan M. Ambary). Dan masih bayak karyanya yang belum dijadikan buku dan makalah yang belum diseminarkan.
Penghargaan: Festival Seni dan Pameren Benda-Benda Budaya di Irian Barat oleh Gubenur Irian Barat tahun 1972, Perjuangan Pembebasan Irian Barat dari Kolonial Belanda oleh Presiden RI tahun 1985, Penyaji Makalah Bahasa pada Kongres Bahasa Sunda tahun 1988, Panitia dan Penyunting Peringatan 100 Tahun Pahlawan Geger Cilegon tahun 1988, Penyaji Makalah dan Pameran Siliwangi di Bogor tahun 1990, Moderator dan Pembicara 100 Tahun Meletusnya Gunung Krakatau tahun 1991 dan Sebagai Pembicara Makalah dikalangan Mahasiswa diantaranya seperti; Univeritas Tarumanegara tahun 1988, Institut Teknologi Bandung tahun 1988, Univeritas Padjadjaran tahun 1993, Universitas Islam Bandung tahun 1994, Universitas Pasundan tahun 1994, Institut Agama Islam Negeri Fattahilah tahun 1994, Institut Agama Islam Negeri Sunan Gunung Djati tahun 1995 dan Universitas Tirtayasa tahun 1995, dll
No comments:
Post a Comment