Sebuah kumpulan tulisan, puisi, cerita, foto, atau apa sajalah tentang saya, orang lain dan negeri ini.
Saturday, June 27, 2009
Kopi Lelet!
Kopi lelet adalah kopi Rembang yang digiling halus empat kali gilingan. Ampasnya biasa dipake untuk ngelelet rokok, makanya dinamakan kopi lelet. Di Semarang kopi lelet ada di Tembalang pinggir jalan di trotoarnya, di jalan Gajah Mada samping nasi kucing Pak Gi, atau di Pleburan, Undip bawah, ada juga di Sampangan daerah Unes (dulunya Ikip Semarang)
Thursday, June 25, 2009
Dan Kita Membicarakan Idealisme (untuk Abdul Hamid)
jalan nangka raya 20 semarang
tentang idealisme, tentang kebenaran, tentang keyakinan hati
kita bicara tentang masa depan
tentang kemungkinan bertahan pada idealisme
mengingat keresahan istri, ketakutan mertua, sekolah anak dan gaji pembantu
ada kebahagiaan kecil di rumah
duduk di sofa depan tivi menonton berita sore
ada kudapan, teh manis, anak-anak, dan istri yang menyiapkan makaroni lafonte
sofa belum lagi kubeli mid, istriku sedang menabung tuk mendapatkannya
ia mengidamkan sofa di depan tivi
ada ketidakberesan di luar rumah
kecurangan, keculasan, korupsi, penindasan, anak yang diperkosa, dosen penjual nilai, mahasiswa yang diam saja,
kita diajari turun ke jalan, kita diajari tak tinggal diam
kita menjalaninya mid, di dua kota yang berbeda
berkelana kesana kemari demi sesuatu yang kita yakini
aku tak tahu mid
aku belum mengalami masa depan yang kita bicarakan
sebentar lagi akan kumasuki ia
tapi kurasa kita telah tidak menyertakan sesuatu dalam obrolan pagi itu
kita melewatkan pemilik bumi
tentunya sofaku nanti adalah pemberianNya, mungkin lewat gaji ke 13
bukankah abu bakar pernah menitipkan keluarga pada Allah dan nabinya
kenapa tak juga kutitipkan padaNya?
membuat puisi itu mudah mid, percayalah.
(mungkin chairil akan marah padaku)
Wednesday, June 24, 2009
Untuk Para Peminum!
"Pak Pey, maaf tadi salah sambung." Seorang kawan muda naik ke kamar kosku. Ia salah menelpon tadi.
"Pada minum tadi, tuve-tuve, bawa dari Kupang. Saya udah bilang bukan masalah nggak berani, tapi sedikitnya aja kan nggak boleh, tapi saya minum dikit."
Seorang kawan naik lagi ke kamarku. Mulutnya bau minuman. Mirip OT yang diminum teman-teman SMP dulu (mungkin aku kembali bergaul dengan anak SMP?). Hilang sudah mood saya (You all never get it do you?). Akupun tiduran, menenggelamkan wajah dalam bantal.
Barangkali aku memang tak perlu marah. Mungkin kalian belum tahu hukum khamr. Itu yang menjadikan kita berbeda dalam memandangnya. Apa yang kau harapkan? Aku seorang sunda yang kecil kemungkinannya memarahimu. Kau sudah besar. Sudah bisa menentukan sikap. Sudah bisa teguh di atas prinsipmu. Atau kau memang tak punya sikap. Tak punya prinsip. Seorang anak yang terjebak dalam fisik orang besar. Atau memang you all just a boy, not a man yet. Be a man. Grow up will ya.
Lakum dinukum waliyadin. Bagiku agamaku bagimu agamamu. Aku katakan dimana posisiku. Kau tak pernah jelas. Katakan dimana posisimu?
Sudahlah. Ini salahku. Keberadaanku memang tak bermanfaat. Aku tak cukup baik untuk kalian. Kadang aku merasa seperti orang bodoh, menghargai orang yang tak menghargaiku. Well, kalian tak perlu menghargaiku, memang aku tak layak untuk itu. Tapi setidaknya hargai dirimu sendiri. Hargai tubuhmu. Barangkali kau marah. Marahlah. Aku sedang membakar emosimu. Lebih baik begitu daripada alkohol sialan itu yang membakar tubuhmu. Aku tidak membencimu. Aku membenci perbuatanmu. Hmmm.. For your information, kutuliskan untukmu (juga untuku) dasar hukum minuman keras di agamaku, entah di agamamu, tapi setahuku bukankah kita seagama. Aren't we?
Hadist
"Aku sangat melaknati minuman keras, peminumnya, penjamunya, penjualnya, pembelinya, pemerahnya, yang diperahkannya, pembawanya, yang dibawakannya, dan pemakan harganya" (HR. Abu Dawud dari Ibnu Umar)
Barangsiapa minum-minuman keras tidak sampai mabuk, maka Allah akan menjauhi dirinya selama empat puluh malam. Barangsiapa minum-minuman keras hingga mabuk, maka Allah tidak akan menerima ibada fardhu dan ibadat sunat yang dilakukannya selama empat puluh malam. Bila dia mati dalam jangka waktu empat puluh hari itu, maka dia mati dalam keadaan menyembah berhala (musyrik). Dan kelak di akhirat dia akan diberi minuman berupa keringat dan darah penghuni neraka. (HR. Hakim dan Ibnu Hibban dari Abdullah bin Umar)
Jauhilah olehmu minuman keras. Karena minuman keras adalah sumber segala perbuatan jahat. Barangsiapa tidak mau menjauhinya, sungguh dia telah durhaka kepada Allah dan Rasulnya, dan azab yang berat berhak di aterima lantaran durhaka kepada Allah dan Rasul-Nya"(HR. Thabrani dan Hakim dari Ibnu Abbas)
Ada tiga golongan manusia yang shalatnya tidak diterima Allah, bahkan kebaikannya tidak dapat naik ke langit: seorang budak yang lari dari tuannya hingga dia kembali kepadanya sambil meletakan tangan dalam kekuasaannya, seorang perempuan yang mengecewakan suami sampai dia meridhoinya, dan pemabuk sampai dengan dia sembuh ( HR. Thabrani, Ibnu Hibban, Baihaki, dan Ibnu Khuzaimah dari Jabir bin Abdillah)
Alquran
Hai orang-orang beriman, sesungguhnya meminum khamr, berjudi, berkorban untuk berhala, mengundi nasib dengan panah, adalah perbuatan keji termasuk perbuatan setan. Maka jauhilah perbuatan-perbuatan itu, agar kamu mendapat keberuntungan. Sesungguhnya setan bermaksud hendak menimbulkan permusuhan dan kebencian di antara kamu lantaran meminum-minuman keras (khamr) dan berjudi, dan menghalangi kamu dari mengingat Allah dan shalat. Maka berhentilah kamu dari mengerjakan pekerjaan itu" (QS. Al-Maidah:90-91)
Khamr. Yang dimaksud dengan Khamr adalah segala sesuatu yang bisa menghilangkan akal, baik berupa cairan maupun benda padat, baik diminum maupun dimakan. Termasuk di dalamnya ganja, sabu-sabu, putau, dan barang haram lainnya
(Sumber AlKabair (Dosa-Dosa Beasar dalam Alquran dan Hadist) A. Mudjab Mahali. 2001 Mitra Pustaka. Yogyakarta.
Ps. Aku bukan malaikat. Aku penuh dosa dan jatuh bangun untuk keluar darinya. Kalau kau tahu dosa-dosaku, kukira takkan lagi kau mendengarku. Bahkan membaca tulisan ini pun tidak. Ayolah. Jangan buat setan tertawa menikmati kekalahan kita.
Bahasa(2)!
Sebuah infotainment (genre jurnalisme perkawinan informasi dan entertainment) di Sabtu pagi 20 Juni 2009 memberitakan tentang Cici Paramida, artis dangdut yang baru tiga bulan menikah dengan Suhaebi, pengusaha batu bara. Cici ditabrak Suhaebi di sebuah malam di kawasan puncak Bogor. Cici memergoki suaminya bersama seorang perempuan lain dalam sebuah kemacetan puncak. Cici menggedor kaca mobil Range Rover V8 suaminya. Cici berpindah ke depan mobil, menghadang. Range Rover tancap gas, menyerempet Cici, jatuh dan tersungkur di aspal.
Lalu ada kejanggalan dalam kalimat infoitanment tersebut. Perhatikan. "Tapi Suhaebi punya alibi lain." Ia tak mengira yang menghadang istrinya. Ia merasa terancam dan harus menyelamatkan diri. Maka mobil produksi Inggris itu melaju kencang.
Alibi? Mungkin yang dimaksud adalah alasan, argumentasi. Alibi! Apa arti alibi?
Kamus Besar Bahasa Indonesia mengartikan alibi sebagai bukti bahwa seseorang ada di tempat lain ketika peristiwa pidana terjadi. Dengan kata lain alibi adalah tidak berada di tempat kejadian.
Alibi adalah kata yang paling sering salah digunakan, bahkan terkadang oleh wartawan dalam media cetak. Alibi sering disalahartikan sebagai alasan, argumentasi.
Ali Imran 135
Bismillah. Pagi ini saya membuka Ali Imran:135 (terbitan AsSyamil) karena mengetahui saya sebagai pendosa. "Dan (juga) orang-orang yang apabila mengerjakan perbuatan keji atau menzalimi diri sendiri, (segera) mengingat Allah, lalu memohon ampunan atas dosa-dosanya, dan siapa (lagi) yang dapat mengampuni dosa-dosa selain Allah? Dan mereka tidak meneruskan dosa itu, sedang mereka mengetahui.
Keji (fahisyah) ialah dosa besar yang akibatnya tidak hanya menimpa diri sendiri tetapi juga orang lain, seperi zina, riba, korupsi. Menzalimi diri sendiri ialah melakukan dosa yang akibatnya hanya menimpa diri sendiri baik besar atau kecil.
Barangkali kita pernah merasa mempermainkan Allah, menipu Allah, karena setelah berbuat dosa, bertaubat, berbuat dosa lagi, taubat dan begitu seterusnya. Pertama bahwa kita harus istighfar atas istighfar kita. Berangkatlah ke sepi pantai, ke hening gunung, bicaralah denganNya. Kedua, perasaan mempermainkan Allah lalu mengambil sikap tak beristighfar karena merasa mempermainkan Allah adalah hal yang keliru bahkan fatal. Ada hal penting dalam buku "Dahsyatnya Istighfar " yang ditulis Hasan Bin Ahmad Hamam berkaitan dengan ini.
Hal penting yang biasa menghinggapi perasaan kita itu ditulis dalam halaman 85:
Ada seseorang berkata kepada Hasan Basri "Tidakkah seharusnya masing-masing dari kita malu kepada Robbnya? Kita selalu melakukan dosa, kemudian beristighfar, kemudian kita lakukan dosa itu sekali lagi, lantas kita beristighfar lagi, demikian seterusnya?"
Hasan Basri menjawab, "Setan ingin agar berhasil menggoda kalian untuk bersikap seperti ini. Janganlah sekali-kali kalian meninggalkan istighfar!"
Hmm... dasar setan, menyerang kita dari segala arah, dia pikir dia hebat. Mari kita tunjukan siapa pemenangnya. Kita dilahirkan sebagai pemenang, sebagai juara, terpeleset sekali dua adalah manusiawi. Mari kalahkan setan.
Friday, June 19, 2009
Prita dan Keadilan yang Terkoyak.
Tulisan ini dikirim ke Fajar Banten dah lama. Saya nggak bisa mantau apa dimuat atau tidak. Fajar Banten belum mempunyai situs jaringan.
Ferry Fathurokhman*
Barangkali benar apa yang pernah ditulis Satjipto Rahardjo, Indonesia adalah laboratorium hukum yang luas dan menarik untuk dikaji. Banyak kasus hukum yang terjadi di Indonesia yang justru keluar dari cita-cita hukum itu sendiri. Kasus penahanan atas Prita Mulyasari adalah salah satu kasus 'aneh' yang terjadi di Indonesia. Peristiwa penahanan Prita telah menarik perhatian masyarakat luas. Kasus ini telah banyak diliput media, baik lokal maupun asing
Kasus Prita menjadi kasus menarik karena pengutaraan ketidakpuasannya terhadap pelayanan rumah sakit malah berbuntut penahanan terdahap dirinya. Prita ditahan di Lembaga Pemasyarakatan (LP) Wanita Tangerang per 13 Mei 2009 oleh Kejaksaan Negeri Tangerang. Namun simpati masyarakat, lembaga dan juga tokoh nasional yang mengalir deras membuat status tahanan Prita akhirnya dialihkan menjadi tahanan kota pada Rabu (3/6) lalu setelah 21 hari mendekam di LP Wanita Tangerang.
Kasus hukum yang menimpa Prita berawal dari ketidakpuasannya saat ia mengalami sakit dan berobat ke Rumah Sakit Omni Internasional Tangerang. Pihak RS Omni mengatakan hasil laboratorium menunjukkan bahwa trombosit darah Prita 27.000, sementara nilai normalnya adalah 200.000. Hasil tersebut membuat Prita dinyatakan demam berdarah dan harus menjalani rawat inap di RS Omni Internasional. Belakangan hasil lab tersebut direvisi bahwa trombosit Prita 181.000 bukan 27.000. Prita meminta hasil lab pertama yang menyatakan trombositnya 27.000, tapi RS Omni tak pernah memberikannya. Selama perawatan Prita sempat mengalami pembengkakan pada leher dan menderita sesak nafas selama 15 menit hingga harus diberikan oxygen setelah mendapat suntikan dua ampul sekaligus. Prita tak mendapatkan jawaban dari suster ketika menanyakan obat-obatan yang diberikan padanya. Prita mengeluhkan pelayananan beberapa dokter dan manajemen di Rumah Sakit Omni Internasional. Hingga akhirnya Prita memutuskan untuk pindah ke rumah sakit lain.
Pengalamannya itu ia tuliskan di surat elektronik (e-mail) dan dikirimkan kepada 20 orang temannya. E-mail keluhan Prita tersebut akhirnya menyebar ke mailing list. Pihak RS Omni Tangerang telah menjawab keluhan Prita melalui mailing list dan iklan di media massa. Namun pihak RS Omni kemudian menggugat prita secara perdata dan pidana. Pada perkara perdata Prita dikalahkan dan dinyatakan melakukan perbuatan hukum yang merugikan RS Omni. Hakim memutuskan Prita membayar kerugian materiil Rp161 juta sebagai pengganti uang klarifikasi di koran nasional dan Rp100 juta untuk kerugian nonmateriil.
Yang menarik perhatian, dalam perkara pidana pada kasus Prita, pihak Kejaksaan Negeri Tangerang melakukan penahanan terhadap Prita. Dalam tahapan penyidikan, Prita hanya dikenakan pasal 310 (pencemaran nama baik) dan 311 (fitnah) KUHP ( (Kitab Undang-Undang Hukum Pidana). Namun setelah berkasnya dilimpahkan ke kejaksaan, jaksa menambahkan pasal 45 ayat 1 juncto pasal 27 ayat 3 Undang-undang Nomor 11 tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik.
Setelah pasal 45 ayat 1 juncto pasal 27 ayat 3 tersebut ditambahkan, pihak kejaksaan melakukan penahanan atas Prita.
Analisa Yuridis
Kita bisa menilai bahwa mungkin saja jaksa melihat peristiwa hukum ini sebagai tindak pidana kontemporer karena sarana yang digunakan dalam dugaan pencemaran baik yang dilakukan Prita menggunakan e-mail. Maka kemudian jaksa menambahkan pasal dalam dakwaannya dengan pasal 27 ayat 3 (pencemaran nama baik melalui dokumen elektronik). Pasal tersebut sebelumnya tidak dikenakan di tingkat penyidikan. Pihak kepolisian hanya menjerat Prita dengan pasal 310 dan 311 KUHP. Penambahan pasal oleh jaksa tersebut dimungkinkan untuk dilakukan. Bahkan jika jaksa memandang dakwaannya masih belum sempurna, jaksa masih dimungkinkan untuk melakukan penyempurnaan sebelum hari sidang ditetapkan.
Kasus ini mulai menjadi 'aneh' manakala setelah penambahan pasal tersebut, jaksa melakukan penahanan terhadap Prita. Maka penambahan pasal yang dilakukan oleh jaksa mulai terjawab dengan analisa yuridis yang berbeda dengan penilaian sebelumnya. Sebagaimana kita ketahui, penahanan hanya dapat dilakukan terhadap beberapa tindak pidana yang telah ditentukan dan tindak pidana dengan ancaman pidana penjara 5 tahun atau lebih (Pasal 21 ayat 4 KUHAP). Ini berarti terhadap tindak pidana dengan ancaman penjara dibawah lima tahun tidak dapat dilakukan penahanan. Dua pasal (pasal 310 dan 311 KUHP) yang dikenakan pihak penyidik sebelumnya memiliki ancaman pidana penjara di bawah 5 tahun. Maksimal khusus ancaman pidana pada pasal 310 KUHP hanya 1 tahun 4 bulan sedangkan pasal 311 KUHP ancaman pidana penjaranya 4 tahun. Ini berarti dua pasal tersebut tak dapat membuat orang yang diduga melakukan perbuatan sebagaimana dirumuskan dalam dua pasal tersebut ditahan. Maka untuk sementara, penambahan pasal yang dilakukan oleh jaksa sangat berkaitan erat dengan upaya penahanan yang dilakukannya. Sebab ancaman pidana penjara maksimal pada pasal 45 ayat 1 UU ITE adalah 6 tahun (Pasal 45 ayat 1 mengatur ancaman pidana untuk tindak pidana pasal 27 ayat 1, 2, 3, dan 4). Jaksa menambahkan pasal 27 ayat 3 sehingga penahananpun dapat dilakukan. Sebab tanpa adanya penambahan pasal tersebut, jaksa tak dapat menahan Prita.
Pertanyaan selanjutnya yang harus dijawab adalah kenapa jaksa melakukan penahanan? Seseorang ditahan karena adanya kekhawatiran melarikan diri, merusak atau menghilangkan barang bukti dan atau mengulangi perbuatan kembali (Pasal 21 ayat 1 KUHAP). Ketentuan dalam KUHAP tersebut harus ditafsirkan sesuai dengan amanat pasal 21 ayat 1 itu sendiri yakni adanya keadaan yang menimbulkan kekhawatiran tiga hal tersebut di atas. Adanya keadaan tersebut di atas dapat ditempuh dengan melihat rekam jejak selama proses penyidikan.
Dalam proses penyidikan di kepolisian, ketiga kekhawatiran tersebut jelas tidak terjadi. Prita tidak melarikan diri. Prita merupakan seorang istri, ibu rumah tangga biasa dengan dua anak yang masih kecil, bahkan yang terkecil masih berusia 1 tahun 3 bulan yang masih mengonsumsi ASI (Air Susu Ibu). Sangat kecil kemungkinan Prita melarikan diri. Mengenai barang bukti, pihak penyidik tentunya telah menyita beberapa barang bukti termasuk e-mail (yang mungkin telah dicetak dalam bentuk hard copy) dan menjadi lampiran dalam berkas perkaranya. Prita telah mengirimkan e-mailnya ke 20 orang temannya, dan e-mail tersebut telah menyebar diluar kendali Prita, sehingga menjadi kesulitan tersendiri badi Prita untuk melacak dan menghapuskan e-mail yang telah menyebar diluar kendalinya. Kekhawatiran yang ketiga adalah mengulangi perbuatan. Prita digugat secara perdata dan pidana. Bagi seorang ibu rumah tangga dan tidak terbiasa berurusan dengan hukum, peristiwa digugat oleh sebuah rumah sakit saja sudah merupakan guncangan besar dan menjadi beban tersendiri. Prita bahkan mengaku tidak membayangkan bahwa curhatnya di email dapat berdampak panjang dan menjadi kasus hukum. Maka kemungkinan mengulangi perbuatanpun sangat kecil.
Dari ketiga kekhawatiran tersebut jelas bahwa penahanan yang dilakukan kejaksaan terlalu berlebihan dan dipaksakan. Hal tersebut akan sangat dapat dilihat dengan mudah oleh masyarakat bahkan oleh Kejaksaan Agung sekalipun.
Jaksa yang menjadi penuntut umum dalam kasus Prita mungkin lupa akan nilai dasar hukum. Nilai dasar hukum tersebut adalah kepastian hukum, keadilan dan kemanfaatan/kegunaan (Satjipto Raharjo, 2006:19). Dalam prakteknya memang terkadang terdapat suatu kondisi spannungsverhaltnis, suatu ketegangan satu sama lain di antara nilai dasar hukum tersebut. Jika kepastian hukum ingin ditegakan maka ia akan menggeser keadilan dan kemanfaatan. Jika pertentangan itu terjadi, aparat penegak hukum seharusnya mengedepankan keadilan dari pada kepastian hukum. Dalam kasus Prita jelas bahwa seharusnya penahanan terhadap Prita tidak perlu dilakukan. Jika dipaksakan jelas akan mengesampingkan nilai keadilan.
Terjebaknya sebagian penegak hukum dalam belenggu kepastian hukum selama ini telah menjadi keprihatinan bersama para pengamat juga praktisi hukum. Banyak jalan kemudian ditempuh untuk mencoba meretas persoalan ini. Salah satunya dengan merancang konsep KUHP yang baru. Dalam Pasal 12 RUU KUHP (draft 2008) ke depan hakim sebagai pemutus akhir perkara diberikan pedoman dalam mempertimbangkan hukum yang akan diterapkan, hakim sejauh mungkin mengutamakan keadilan di atas kepastian hukum. Semoga tulisan ini dapat memberi sumbangsih untuk dapat memaknai kembali hukum yang terkadang kita lupa untuk apa ia diciptakan. Hukum tidak diciptakan untuk menyengsarakan rakyatnya. Hukum—meminjam istilah Satjipto Rahardjo—diciptakan untuk membahagiakan rakyatnya. Waallahualam bi showab.
*Pengajar FH Untirta, Mahasiswa Magister Hukum Undip.
Mengembalikan Citra Kejaksaan-Sebuah Catatan untuk Para Jaksa-
Tulisan ini dimuat di Fajar Banten medio November 2009.
Ferry Fathurokhman*
Belum kering luka kejaksaan dan ingatan perih warga akibat ulah Urip Tri Gunawan, kini lembaga kejaksaan kembali terkoyak pasca beredarnya rekaman percakapan antara Kajari (Kepala Kejaksaan Negeri)Tilamuta, Gorontalo, Ratmadi Saptono dengan seorang staf Pemerintah Kabupaten Boalemo. Dalam percakapan berdurasi 34 menit tersebut, Ratmadi diduga keras melakukan pemerasan terhadap Bupati Boalemo, Iwan Bokings.
Selain kasus di Boalemo Tilamuta Gorontalo, kasus lain terjadi di Kejari Nganjuk Jawa Timur. Seorang jaksa menjual barang bukti berupa pupuk. Dikarenakan dianggap tidak dapat melaksanakan pengawasan melekat, maka Kajari Nganjuk kemudian dicopot dan dimutasi (LKBN Antara).
Jaksa Agung Hendarman Supandji telah mencopot Ratmadi dari jabatannya sebagai kajari pada Selasa (15/10) lalu, demikian hal yang sama dilakukan terhadap Kajari Nganjuk.
Di masa kepemimpinan Hendarman, tercatat telah banyak jaksa yang diberhentikan dari jabatannya karena perilaku penyalahgunaan wewenang. Sebelumnya tujuh kajari telah dicopot dari jabatannya, enam diantaranya diduga kuat menerima suap dalam perkara korupsi yang ditanganinya, sedangkan satu orang kajari diduga kerap menerima teman laki-laki di rumah dinasnya sehingga meresahkan masyarakat. Khusus ketujuh kajari tersebut merupakan tindak lanjut Kejaksaan Agung dari pengaduan masyarakat melalui Komisi Kejaksaan yang memang dibentuk untuk melakukan pengawasan dan evaluasi atas kinerja jaksa. Selain itu Kejaksaan Agung juga telah melakukan pemecatan terhadap Burdju Ronni dan Cecep Sunarto, pelaku pemerasan dalam perkara Jamsostek. Hendarman sendiri sejak April 2007 memang telah memproklamirkan dan berkomitmen untuk membersihkan kejaksaan dari perilaku tercela dan tidak profesional.
Komitmen tersebut sangat penting dalam rangka memberantas tindak pidana korupsi. Bagaimana mungkin memberantas korupsi dengan korupsi? Seorang bupati pernah berkomentar miris dalam sebuah obrolan, bahwa disaat para pejabat diperiksa karena diduga korupsi disaat itulah penegak hukum korupsi. Sebuah anekdot tragis yang mewujud. Tentu tak semua yang dikatakan bupati itu mewujud. Saya masih menemukan aparat penegak hukum yang baik dan berdedikasi. Tapi yang ingin saya katakan adalah bahwa citra negatif tersebut ada dan berkembang di masyarakat. Sehingga kita memiliki kewajiban bersama untuk mengembalikan kepercayaan publik dan citra negatif tersebut berubah menjadi positif, dengan cara yang benar tentunya.
Namun sebelum membicarakan cara mengembalikan kepercayaan publik, kita harus mengetahui akar masalah kenapa persoalan penyalagunaan kekuasaan (abuse of power) dapat terjadi.
Sejarawan Inggris
Lord Acton (1834-1902) pernah berujar "Power tends to corrupt, absolute power corrupts absolutely", kekuasaan cenderung menimbulkan korupsi dan kekuasaan yang absolut cenderung absolut korup. Maka siapapun yang diberikan kekuasaan, ia memiliki potensi besar untuk korupsi. Semakin besar kekuasaan yang diberikan, semakin besar potensi korupsi terjadi.
Hasil penelitian Indonesian Corruption Watch (ICW), akal-akalan oknum jaksa dalam menjalankan tugasnya untuk menguntungkan diri sendiri (korupsi) adalah sebagai berikut: Pemerasan, negosiasi status, pelepasan tersangka, pengurangan tuntutan (Tb.Ronny R Nitibaskara,2006:11). Modusnya beragam misalnya sengaja memperpanjang proses penyidikan, atau menjadikan surat permohonan pemeriksaan sebagai alat negosiasi (bagi pejabat yang dibutuhkan izin presiden untuk dapat dilakukannya pemeriksaan).
Beberapa langkah harus dilakukan untuk mengembalikan citra kejaksaan yang tercederai ini. Paling tidak ada tiga hal yang dapat dilakukan kejaksaan untuk kembali menaikan citra, mengembalikan kepercayaan publik. Pertama membersihkan lembaga kejaksaan dari jaksa yang bermental korup. Dalam dunia medis, jika ada bagian tubuh yang rusak dan riskan untuk disembuhkan lagi, maka hanya ada dua cara : mengamputasi bagian tubuh tersebut atau mempertahankannya dengan resiko menular pada bagian tubuh yang lain. Cara pertama inilah yang kemudian dipilih Hendarman, untuk menjauhkan resiko cara kedua.
Kedua, harus adanya pengawasan baik internal (melalui pengawasan melekat) maupun eksternal (dapat melalui laporan masyarakat kepada Komisi Kejaksaan) yang berkesinambungan. Ketiga, para jaksa harus dibekali dan memiliki hati nurani. Sehingga dapat dengan tegas mengatakan salah jika memang seseorang salah dan demikian juga mengatakan benar jika seseorang memang benar. Tidak membenarkan yang salah ataupun sebaliknya, menyalahkan yang benar. Jangan ingkari hati nurani. Pengingkaran hati nurani inilah yang menyebabkan para oknum jaksa di awal tulisan terjerumus dalam kehinaan. Langkah ketiga ini harus direalisasikan dalam bentuk yang kongkret misalnya dirumuskan dalam kurikulum pendidikan dan pelatihan juga dalam kajian rutin internal, karena efek membekas dari materi pelatihan tak pernah bertahan lama.
Dalam era reformasi saat ini kualitas yang dituntut masyarakat luas bukan sekadar SDM jaksa yang memiliki kualitas intelektual/pengetahuan (knowledge/cognitive) dan kualitas keterampilan (skill/sensory-motor) yang cukup tinggi, tetapi justru yang memiliki kualitas sikap/nilai kejiwaan (attitude/affective), masyarakat sekarang ini tidak hanya menuntut SDM penegak hukum yang berkualitas sebagai ahli/sarjana hukum ("homo yuridicus") yang mempunyai kematangan/kecerdasan intelektual/rasional (IQ), tetapi juga sarjana hukum yang "homo ethicus", yang mempunyai kematangan perasaan/emosional (EQ) dan kematangan spiritual (SQ). Ini berarti, yang dituntut bukan hanya penegak hukum yang mempunyai kemampuan menerapkan norma-norma hukum positif, tetapi sekaligus juga memiliki integritas nilai yang tinggi (Prof Barda Nawawi Arief, 2008:22).
Langkah untuk memberantas korupsi yang ada di tubuh lembaga pemberantas korupsi tentu saja bukan hal mudah, dibutuhkan komitmen kuat bersama. Hendarman Supandji, Jaksa Agung Republik Indonesia telah memulainya, hendaknya langkah ini ditindaklanjuti dengan paling tidak mengembalikan segala tindakan yang akan dilakukan dengan bertanya pada nurani, apakah tindakan yang akan dilakukan itu benar? Apakah nurani membenarkannya? Apakah jika suatu perbuatan tersebut dilakukan akan mencoreng lembaga kejaksaan? Apakah jika perbuatan tersebut dilakukan akan mengoyak perasaan masyarakat, merusak kepercayaan masyarakat? Maka masyarakatpun akan bangga memiliki jaksa seperti anda, dan pemilik bumi ini mencatat ikhtiar anda karena telah menanyakan benar dan salah pada nurani sebagaimana dipesankan nabi. Wallahualam bi showab.
*Dosen Kriminologi FH Untirta, Mahasiswa Pascasarjana FH Undip.
Sms yang Selalu Mengingatkan
Ini sms-sms, yang dikirim akh Fajar, saudara Fossi (Forum Studi dan Silaturahmi Islam) FH Unila yang datang di tiap pertiga malam, hingga saat ini, dan aku belum juga tergerak. Fer, sudahilah ketidakbergunaanmu...
Tetaplah tanganmu memegang tali Allah. Karena Dia adalah benteng yang sebenarnya, jika benteng lain berkhianat padamu. Dan jika hidupmu berat, maka bersyukurlah, karena proses itu akan membesarkan jiwamu.
Kita adalah cahaya yang akan menerangi kegelapan mata hati dunia. Kita adalah hujan yang menghapus kegersangan nurani manusia. Kita adalah tanah, pijakan para pencari kebenaran.
Abaikan pandangan orang tentang dirimu. Fokuslah pada persangkaan Tuhan terhadapmu. Walaupun disadari pula, sangat sering marah, nasihat, teguran dari orang lain, menjinakan keliaran hati-hati ini. Bijaklah!
Sering kelelahan menyeruak, menyergap semangat, memupuskan harapan. Kadang juga pesimisme menyerbu tekad, membungihanguskan cita-cita mulia dan cara menghadapi itu semua itu semua yakni, mengisi bejana nurani kita dengan untaian cinta ilahi dan memanjangkan dzikir malam kita, agar malaikat turut membantu mewujudkan cita-cita bangsa sejahtera. Ayo, terus gelorakan semangat berjuangmu.
Maaf sahabat, mungkin jiwa ini terlalu culas untuk menasehati, sangat naif untuk memberi, penuh nista untuk dihargai, karena ku hanya insan bumi yang belajar dari hidup dan kehidupan, belajar memanusiakan manusia, berlari bersama kebekuan jiwa, agar kelak pemilik bumi mengampuni dan mereparasi sikap diri ini .... teruslah maafkan aku, hingga tak ada lagi udara di rongga dadamu.
Kadang kita sangat egois dalam keimanan. Kita asyik menikmati ibadah dan semangat berdoa untuk karir, jodoh etc. Tapi sayangnya kita lupa membahagiakan orang-orang terkasih. Lupa mendoakan mereka untuk mencintai pemilik jagat, dan tatkala kita sadar, (maaf...) mereka telah terbujur kaku terbungkus kafan. Lalu kita menyesal, kecewa, marah tanpa sadar hal ini terjadi karena kelalaian kita sendiri. Untuk itu, sebelum terlambat. Kuatkan ruh ilahi yang ada dalam jiwamu sahabat. Doakan ibu, ayah, keluargamu, agar dapat mengecap manisnya hidayah ilahi. Sebelum terlambat, selagi ada kesempatan.
Bersama ombak bisu nan kelam ini kubisikan cinta pada malaikat. Tentang kalian sang pencinta malam, yang berselimut sujud, bernafas dzikir. Ku berkata "tolong jaga mereka tuk tetap jadi pemecah kesunyian malam yang memenuhi langit dengan doa, menusuk keheningan dengan rintihan penyesalan, mendobrak kenyamanan demi keabadian", selamat kalian adalah orang-orang terpilih yang kubanggakan.
Bersikaplah tegar seperti batu karang yang terus dihantam ombak. Tidak saja kokoh, ia mampu menentramkan amarah ombak, itulah keteguhan mental seorang sahabat. Dia akan berkata benar, bukan membenarkan kata-kata. Dan dia akan mengajak kita merenung di kala suka, tersenyum sewaktu sengsara dan sungguh persahabatan sejati itu seperti kesehatan. Nilainya baru dirasakan setelah kehilangan.
Harta benda yang tak terbatas, membunuh manusia perlahan dengan kepuasan berbisa. Hingga kasih sayang membangunkan kita dan pedih perih nestapa membuka jiwa kita.
Realitas seseorang bukan apa yang tampak dihadapanmu. Tapi apa yang tidak diperlihatkan padamu. Karena itu jika kita ingin memahaminya, dengarkan apa yang tidak terucap olehnya bukan apa yang dikatakannya.
Cinta kita pada seseorang/sesuatu sejatinya wujud cinta kita pada ilahi. Karena itu jika kecintan kita pada seseorang/sesuatu justru membuat kita jauh dari keimanan, maka kita sedang salah mencinta.
Para pemenang mengambil tanggungjawab terhadap hidupnya. Mereka tidak menyalahkan orang lain/lingkungan. Mereka tidak suka mencari alasan atas kegagalan mereka. Mereka bangkit dan merengkuh kemenangan yang diinginkannya.
Apa yang kita baktikan tuk orang tua kita? Sesungguhnya mereka tidak butuh sedikitpun materi dari kita. Mereka hanya butuh surga. Ya ... dengan doa-doa kita, ibadah kita, sudahkah kita? Insya Allah, Amin ya Rabb
Kenyamanan jasad adalah dengan sedikit makan. Kenyamanan jiwa dengan sedikit dosa. Kenyamanan hati dengan sedikit keinginan dan kenyamanan lisan dengan sedikit bicara (tsabit qurrah)
Ternyata perjalanan ini begitu panjang dan melelahkan. Ternyata kesabaran ini setipis ari, sehelaan nafas. Ternyata banyak ketakutan-ketakutan tentang kegagalan keberhasilan dan ketertundaan, semoga ilahi tetap menjaga kita.
Syukuri rintik hujan hari ini. Karena satu salah rintik itu mungkin membawa doa-doa kita yang terkabul. Tetaplah tapaki jalanmu hari ini. Meski sangat sulit dan nampak mustahil. Karena Allah bersama kita.
Hadiah terbesar yang dapat diberikan induk elang pada anak2nya bukan serpihan makanan pagi bukan pula eraman hangat dimalam yang dingin. Namun ketika induk elang melempar anak-anaknya dari tebing yang tinggi. Detik pertama anak elang menganggap induk mereka sungguh keterlaluan. Menjerit ketakutan. Sesaat kemudian bukan kematian yang mereka terima. Namun kesejatian diri sebagai elang, yaitu terbang ... begitulah Rabb kita mengajarkan kita dengan berbagai masalah kita kemarin dan hari ini.
Tidak ada aib yang kutemukan dalam diri manusia, melebihi aib orang-orang yang sanggup menjadi sempurna, namun tidak mau menjadi sempurna (Abu Tammam)
Kita percaya bahwa esok tidak bisa mengubah apa yang terjadi hari ini. Tapi hari ini masih bisa mengubah apa yang terjadi esok. Karena itu gantungkan azam kita setinggi langit. Teruslah berlari mengejar cita-cita.Tapakilah jalan hidup ini dengan ketegaran dan ketabahan. Dan hiasilah semua itu dengan balutan penghambaan. Pasti kita berhasil. Minimal meraih ketenangan hati dan keteguhan jiwa
Berikan Kami Kemampuan Membaca Tanda-tanda
Judul di atas rasanya pernah saya dengar dari Taufik Ismail saat membaca puisi di sebuah stasiun televisi. Tidakkah kita sadari banyak tanda-tanda yang diberikan Allah SWT pada kita. Tetapi kita melewatkannya begitu saja tanpa dipikirkan secara dalam dan selalu mengingatnya.
Tujuh bulan lalu saya membeli buku di sebuah pameran buku di Gedung Wanita Semarang. Buku itu berjudul Sejarah Hidup Muhammad SAW untuk anak, karya Dr. Hamid Ahmad Ath Thahir. Buku ini adalah terjemahan dari Hayatu Muhammad SAW Lil Athfal. Penerjemahnya Fathurohman Abdul Hamid. Buku itu saya beli untuk Syifa dan Aisyah (saat itu Aisyah masih berada 6 bulan dalam perut Dewi).
Ada hal menarik yang berhubungan dengan judul di atas dalam buku itu dalam sub bab Boikot Kaum Quraisy . Sebagaimana kita tahu Islam pernah ditolak di Mekkah, dimusuhi dengan keji, hingga ancaman pembunuhan atas nabi. Berikut saya tulis ulang sub bab dimaksud.
Boikot Kaum Quraisy
Ketika kaum Quraisy putus asa terhadap Rasulullah SAW, mereka kembali menemui Abu Thalib untuk memperingatkan bahwa mereka akan membunuh Rasulullah SAW. Mereka juga menawarkan Imarah bin Walid, seorang pemuda Quraisy yang paling tampan, sebagai pengganti Rasulullah SAW.
Abu Thalib menjawab: " Bagaimana aku menyerahkan anakku untuk kalian bunuh, kemudian mengambil anak kalian untuk kuberi makan? Ini sungguh tidak adil."
Semuanya itu dilakukan oleh Abu Thalib karena dia sangat mencintai keponakannya. Ketika Abu Thalib mengkhawatirkan Muhammad dari kejahatan kaum Quraisy, yang diketahui bahwa mereka akan membunuhnya, sementara Hamzah, Umar, dan kaum muslimin lainnya tidak mampu membelanya. Abu Thalibpun memanggil seluruh anggota keluarga Bani Hasyim. Dan memerintahkan mereka untuk berkumpul di suatu tempat untuk menjaga dan melindungi Rasulullah SAW di suatu tempat untuk menjaga dan melindungi Rasulullah SAW dari gangguan kaum musyrik.
Seluruh anggota keluarga Bani Hasyim berkumpul untuk menjaga Rasulullah SAW. Mereka melakukannya bukan karena Islam, tetapi karena fanatisme kesukuan yang telah mengakar di kalangan Bani Hasyim, yang mana Nabi SAW adalah salah satu dari mereka. Mereka memilih sebuah lereng di Makkah untuk tempat tinggalnya. Tempat ini disebut dengan "Lereng Abu Thalib" (Syi'b Abi Tahlib).
Setelah mereka mengetahui bahwa Bani Hasyim melindungi Rasulullah, mereka mengadakan kesepakatan di antara sesamanya untuk melancarkan jenis peperangan baru, yaitu embargo ekonomi. Mereka menulis sebuah perjanjian di dalam Ka'bah yang isinya sebagai berikut.
"Dengan namaMU ya Allah! Kalian harus memboikot Bani Hasyim yang bergabung dengan Muhammad dan semua orang yang beriman bersamanya. Hendaknya kalian juga tidak memberi makan atau minum kepada mereka, tidak berbesanan dengan mereka, dan tidak berjual beli dengan mereka".
Embargo ini diberlakukan terhadap mereka yang tinggal di lereng bukit Abu Thalib usai penandatanganan perjanjian yang mereka tuangkan di lembaran kulit yang mereka gantungkan di Ka'bah. Mereka menahan makanan dan minuman untuk kaum muslim, berharap jika kaum muslim kelaparan dan kehausan, pasti mereka akan meninggalkan Islam dan mau kembali kepada kekafiran.
Namun apa yang dilakukan tikus terhadap gunung yang tinggi lagi kokoh? Apakah cahaya lilin dapat menutupi cahaya matahari?
Kaum muslim berkumpul di tempat itu. Mereka tidak mendapatkan makanan, sehingga tubuh mereka menjadi lemas; kulit mereka pecah-pecah; tenggorokan mereka kering, darah mereka mengalir; dan tangisan anak-anak semakin keras, begitu juga dengan rintihan kaum wanita. Akan tetapi mereka memiliki Alquran, yang merupakan obat luka dan makanan yang mengenyangkan hati dan ruh.
Tiga tahun sudah lamanya kaum muslim berada di tempat itu. Selama itu juga mereka merasakan kelaparan dan kehausan, tetapi mereka tetap bersabar menghadapinya.
Utbah bin Ghazwan menceritakan salah satu keadaan tempat itu; ia berkata: "kami tidak mempunyai makanan selain dedauanan, sehingga mulut kami berdarah karena sering memakannya. Aku sering mengumpulkan air embun, lalu aku bagi dengan Sa'ad bin Abu Waqqash."
Ia juga menceritakan tentang tenggorokannya yang telah mengeluarkan nanah, bukan darah, setelah memakan dedaunan selama tiga tahun itu. Ia juga pernah menemukan sebuah ranting pohon, yang kemudian dibaginya dengan Sa'ad. Mereka memakan itu selama beberapa hari.
Apabila kaum musyrik melihat sebuah rombongan pedagang datang ke Mekkah, mereka segera menemuinya, lalu menaikan tawaran harga, sehingga tidak ada seorangpun dari lereng bukit Abu Thalib yang bisa membelinya.
Selama itu pula Rasulullah SAW tidak pernah lalai atau istirahat. Ia terus keluar berdakwah. Ia jga tidak pernah makan tiga hari tiga malam, sampai Bilal datang membawakan sedikit makanan yang lalu dimakannya.
Quraisy terus melakukan kekerasan ini hingga tergerak hati beberapa kaum musyrik saat melihat anak-anak kecil yang hampir mati kelaparan dan mendengar rintihan bayi dan kaum wanita. Mereka berupaya untuk mencabut embargo tersebut dan merobek piagam itu.
Namun Allah bertindak lebih cepat dari semuanya, karena Dia telah mengirimkan rayap untuk memakan lembar perjanjian itu. Tiada yang tersisa dari lembaran perjanjian itu, kecuali kalimat "Dengan namaMu ya Allah."
Akhirnya Rasulullah SAW dan kaum muslim keluar dari tempat itu dengan kekuatan yang lebih besar daripada sebelumnya.
Hilanglah sudah kesusahan di lereng bukit itu dan berakhirlah sudah ujiannya. Akan tetapi, apakah masa sudah berakhir ataukah akan ada lagi kekejaman atas mereka pada hari-hari selanjutnya?
Tanda-tanda itu
Banyak tanda-tanda yang dikirimkan Allah SWT pada kita, seperti perjanjian di atas yang lenyap dilahap rayap, tetapi menyisakan kalimat "Dengan namaMu ya Allah". Tidakkah itu sesuatu yang aneh? Dari mana rayap-rayap itu? Kenapa kalimat "Dengan namaMu ya Allah" tidak dimakannya. Tidakkah itu sesuatu yang aneh?
Pada saat burung-burung ababil terbang dan menjatuhkan batu-batu yang membuat gajah-gajah yang akan menghancurkan ka'bah tidak berdaya. Tidakkah itu sesuatu yang aneh? Darimana burung-burung itu. Saat saya berada lantai tiga (lantai tertinggi tanpa atap) masjidil haram Mekkah, ada banyak burung jenis besar yang terbangnya mirip elang di sekitar masjidil haram. Kadang bertengger di salah satu menara masjidil haram, terbang hinggap dari satu menara ke menara lain. Menyaksikan orang-orang yang sedang tawaf di bawahnya. Kadang terbang menjauh lalu kembali lagi, terbangnya indah, mirip elang. Lalu saya memandang sekeliling masjidil haram. Ada banyak gedung tinggi. Tapi tak ada burung. Dari mana burung itu? Apakah burung-burung itu diperintah Allah SWT untuk menjaga ka'bah? Sesekali kalau anda ke masjidil haram naiklah ke lantai tiga pada malam hari. Malam hari suasananya lebih lengang. Duduklah dengan tenang. Hirup udara segar Mekkah di malam hari. Pandanglah ka'bah dari atas. Lalu berdiamlah. Kau akan menemukan burung-burung itu. Sungguh aneh, tapi itu membuatmu nyaman dan tenang.
Semua orang pasti ingat peristiwa bobolnya Situ Gintung. Seratus orang lebih meninggal disapu air yang mirip sunami. Pungki, teman dekat istriku di SMP juga meninggal di sana. Ia sedang mengikuti pengajian dan bermalam di Gintung. Bangunan rumah tembok hancur terseret air yang deras. Tapi ada yang aneh. Ada sebuah masjid di antara bangunan itu yang masih utuh sementara yang lainnya porak poranda. Olga Syahputra, presenter acara TV, yang mengunjungi lokasi tak dapat membendung keanehan itu. Menurutnya ini kuasa Allah, dengan mata kepala sendiri ia menyaksikan masjid masih berdiri sementara bangunan lain hancur. Apakah itu suatu kebetulan? Ustad Arifin Ilham dalam tausiah dzikirnya di lokasi meminta ampun pada Allah, karena ternyata subuh saat kejadian itu hanya ada sekitar tujuh orang yang datang ke masjid. Sedikit yang memenuhi panggilannya. Dalam sebuah wawancara televisi, penduduk setempat mengatakan tanggul jebol setelah azan subuh berkumandang, setelah kalimat la ilaha ilallah. Arifin ilham berucap lirih menyadari tanggul jebol setelah hayya ala sholah berkumandang. Masjid itu sungguh aneh, berdiri sendiri, kokoh diantara bangunan yang porak poranda. Apakah itu suatu kebetulan?
Masih ingat sunami di Aceh? Aceh luluh lantak. Tapi ada yang aneh. Masjid Agung Baiturrahman tetap berdiri kokoh dan menjadi 'kapal' penyelamat puluhan manusia diantara gelombang arus yang deras. Kamera televisi tak dapat menyembunyikan dahsyatnya peristiwa itu. Tidak hanya masjid agung. Ternyata banyak masjid kecil, bahkan ada masjid di pinggir pantai masih kokoh berdiri di antara puing-puing bangunan! Sungguh pemandangan yang kontras. Lensa kamera menangkap pemandangan itu. Dimana-mana. Ia tak bisa berbohong. Apakah ini suatu kebetulan? Mungkin karena banyaknya masjid yang berdiri kokoh sementara yang lain luluh lantak, stasiun tv swasta RCTI membuat liputan khusus tentang itu. Tentang banyak masjid yang kokoh berdiri. Sayangnya liputan itu luput dari pantauanku. Acaranya sore sekitar jam 15.00. di awal pertengahan tahun 2005. Saya masih kulah di Unila saat itu, ada agenda, entah rapat entah apa. Tapi saya menyesal tak menonton liputan itu.
Sungguh telah banyak Allah memberi tanda-tanda. Tapi kita terlalu bebal. Kita terlalu angkuh. Kita terlalu telah terbiasa melewatkan hal-hal aneh. Kita telah menjadi manusia yang tidak berfikir. Kita telah mengabaikan Alquran yang mengamanahkan kita untuk berfikir. Kita telah tidak berakal. Kita telah menjadi apa yang digambarkan Jostein Gaarder, nyaman di dalam bulu kelinci: baca koran, minum kopi, membuat sarapan, mengantar anak sekolah, tanpa pernah memanjat dan melihat keluar betapa banyak keanehan di luar sana.
Pemilik bumi, penggenggam nyawa kami, berikan kami kemampuan membaca tanda-tanda. Membaca keberadaanMu. Membaca pesanMU. Membaca yang tersirat. Apa yang hendak Engkau sampaikan?
"Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, dan pergantian malam dan siang terdapat tanda-tanda (kebesaran Allah) bagi orang yang berakal" (QS Ali Imron:190)
Fer... kembalillah ke masjid. Aku merasakan kelelahanmu.
Tuesday, June 09, 2009
Aisyah, selamat datang di Bumi.
Kamis, 21 Mei 2009, jarum jam menunjukkan pukul 09.55. Nyai nenekmu mengabarkan via telpon bahwa kau telah lahir. Tangismu terdengar diujung telepon. Aku sedang berada di kamar 11 menemani Syifa kakakmu yang berumur 2 tahun 2 bulan. Sementara kau, Nyai dan ibumu berada di ruang bersalin klinik Putri Betik Hati Lampung. Kami menamaimu Aisyah Fahiimah yang berarti Aisyah yang mengerti, Aisyah yang paham, cerdas. Aisyah juga merupakan nama puteri dari Abu Bakar AsShidiq yang cerdas, sahabat Nabi yang juga sekaligus mertuanya. Aisyah adalah nama istri nabi Muhammad SAW.
Suatu hari ibumu pernah bertanya apakah engkau nanti tidak terbebani dengan nama Aisyah. Sebab Aisyah adalah nama istri nabi yang banyak menjadi teladan.
Aisyah, ketahuilah, ada banyak nama Aisyah di dunia ini. Dan kau adalah Aisyah Fahiimah. Kau akan besar dengan namamu sendiri. Kau akan bertanggungjawab sebagai Aisyah Fahiimah, dunia akhirat. Adalah kewajiban kami memberimu nama yang baik. Nabi mengamanahi demikian. Dan Aisyah adalah nama yang baik. Hanya saja jika kau akan ke Amerika mungkin ada sedikit masalah. Uwakmu Peppy menamai anaknya Muhammad Rafik (Apik) Khadafi dan ia berseloroh "wah anak gua nggak bisa ke Amerika nih," katanya. Amerika punya sejarah kelam rasial. Hingga kini sisa-sisa sifat rasisnya masih ada. Entah jika nanti keadaan berubah. Tapi perlu dicatat bahwa tak semua warga Amerika rasis. Ada beberapa American yang juga bersahaja. Mungkin suatu saat kau dapat melihat dan memecahkan masalahnya.
Aisyah sayang kecilku, sejak dalam kandungan ibumu telah mengajakmu berkeliling jalan-jalan, mengajakmu ngobrol sejak dalam kandungan. Ibumu juga sering mengajarimu mendengarkan Alquran. Mengajakmu ngobrol sejak dalam kandungan hingga akhirnya melahirkanmu dengan mempertaruhkan nyawanya.
Aisyah selamat datang di bumi yang penuh masalah. Dan jika kita bukan bagian dari solusi, berarti kita bagian dari masalah. Maka jadilah solusi, dimanapun engkau berada. Kata nabi, sebaik-baiknya orang adalah yang memberikan manfaat bagi sekitarnya. Maka bermanfaatlah. Jadilah matahari. Biarkan senyummu menyejukkan bumi yang resah.