.... dua pejabat Pemkab Serang yaitu Aman Sukarso dan Ahmad Riva’i mengambil langkah-langkah khusus. Riva’i memerintahkan kepada Badan Pengawasan Daerah (Bawasda) Kabupaten Serang untuk melakukan opname proyek. Tapi perintah ini ditolak oleh Kepala Bawasda saat itu yaitu RA Syahbandar dengan alasan proyek tersebut tak pernah tercantum dalam APBD Kabupaten Serang Tahun 2005. Tak hilang akal, Riva’i memerintahkan Dinas Pekerjaan Umum (DPU) Kabupaten Serang untuk melakukan opname proyek bersama-sama pihak PT SCRC sehingga nilai proyek ditaksir hanya menghabiskan dana sekira 9 miliar lebih.........
Baca dengan cermat, apa yang bisa kita simpulkan dari cuplikan berita di atas? Benar. Riva'i melakukan perintah dua kali secara terpisah. Pertama ke Bawasda, kedua ke PU. Berita tersebut mencoba menggiring frame berfikir pembaca bahwa ada akal-akalan yang dilakukan Riva'i. Lihat kalimat "Tak hilang akal", tendensius bukan? Saya yang mantan wartawan malu membacanya. Sebab wartawan yang menulisnya telah berbohong. Ada pembohongan publik, rekayasa fakta di dalamnya.
Kejadian sebenarnya adalah Rivai memerintahkan Bawasda dan PU dalam satu surat, dalam satu perintah yang dituangkan dalam surat bernomor 700/962/Pemb&Kemasy.
Kenapa perintah tersebut dilakukan? Sebab ketika datang tagihan (yang bukan hanya satu kali) dari PT SCRC, harus diketahui apakah pekerjaannya ada? bagaimana risalah pekerjaan tersbut dapat muncul? berapa nilai sebenarnya dari hasil pekerjaan yang ditagihkan.
Bawasda menolak perintah tersebut adalah sudah benar, karena ia memeriksa APBD, sementara pekerjaan tersebut belum ada di APBD.
PU melakukan perintah karena memang merupakan tupoksinya, ia melakukan cek fisik bagaimana pekerjaan tersebut di lapangan. Apakah pekerjaannya ada? berapa nilainya?
Para saksi dari PU (Hidayat, Ishak Musa) dalam persidangan mengungkapkan uji fisik yang dilakukan timnya, mengambil sampel, uji lab, ketebalan aspal, mengukur jalan di lima akses menuju Pasar Induk Rau dll. Hasil dari pemeriksaan tersebut disimpulkan bahwa total nilai pekerjaan yang telah dilakukan adalah Rp 9 Milyar, bukan Rp 12 Milyar sebagaimaana diklaim PT SCRC. Fakta tersebut muncul di persidangan.
Saat saya di Teknokra, jika diketahui kita berbohong dalam menulis berita, maka itu merupakan 'dosa besar' kita sebagai wartawan. Wartawan tak boleh berbohong.
Dalam beberapa pemberitaan, kadang kita melakukan kesalahan. Salah dalam pemberitaan mengakibatkan masalah yang tak kecil. Pertama terjadi bias dalam persepsi publik, kedua dapat menjadi masalah hukum bagi kita. Maka jika menulis berita, lakukanlah dengan sungguh-sungguh, karena tugas kita mulia, menyampaikan kebenaran pada masyarakat. Jika data lengkap, bukti ada, prosedur jurnalistik sudah dilalui maka 'berangkatlah' sampaikan pada publik.
No comments:
Post a Comment