Aula FH Untirta hari itu mendadak hening. Semua diam. Agenda rapat persiapan Ujian Akhir Semester (UAS) hari itu (10/6) jadi berkesan ajang saling menyalahkan. Bermula dari pernyataan saya yang melaporkan tentang adanya pengawas ujian yang disuap dengan uang Rp.200 ribu oleh mahasiswa non reguler (ekstensi) untuk keluar dari ruangan sehingga mahasiswa leluasa mencontek. Selain itu saya juga menyampaikan ada dosen yang baru masuk satu kali selama masa perkuliahan. Selama 14 kali pertemuan dosen tersebut baru masuk satu kali menjelang UAS. Saya tak pernah menyebutkan nama. Bagi saya bukan itu persoalannya. Bukan saya baik dan ia tak baik. Tapi yang lebih penting adalah bahwa fenomena dosen jarang ngajar itu ada. Dan itu merusak wibawa fakultas di mata mahasiswa. Saya juga menyampaikan cerita seorang pengusaha lokal bahwa anaknya kuliah di FH Untirta, jarang masuk tapi nilainya bagus. Jangankan orang lain, orang tuanya saja merasa heran.
Atas pertanyaan saya tersebut dekan memarahi saya. Bahwa hal tersebut bukan hal baru, sudah bulukan. Tidak usah menyalahkan orang. Sulit bagi pimpinan mengontrol dosen satu persatu, dikembalikan pada dosennya saja. Kemudian balik bertanya apa yang sudah saya lakukan. Apakah sudah menjalankan Tri Darma Perguruan Tinggi (Pendidikan, penelitian dan pengabdian) dll.
Saya tak mungkin menceritakan bagaimana saya melakukan pengajaran, pengabdian di daerah kaki Gunung Sari Pandeglang soal illegal logging, di Kelepiyan Pontang soal Kekerasan dalam Rumah Tangga (KdRT), tulisan di koran dan lain-lain yang berhubungan dengan Tri Darma Perguruan Tinggi dalam forum tersebut. Dan saya lakukan itu semua antara lain untuk meningkatkan citra dan wibawa fakultas. Saya ingin menjual potensi kepakaran yang ada di fakultas.
Saya tak mengerti kenapa respon dekan seperti itu. Saya paham bahwa dalam forum tersebut ada dosen luar dari IAIN SMHB (Institut Agama Islam Negeri Sultan Maulana Hasanuddin Banten) juga dosen FP Untirta. Ada dua alasan kenapa saya menyampaikan peristiwa tersebut padahal ada dosen dari ‘tetangga’. Pertama bahwa merekapun sebenarnya sudah tahu kondisi FH Untirta. Prof Suparman Usman misalnya, adalah orang ‘luar’ yang lama di Untirta. Kedua, agar permasalahan ini ditindaklanjuti. Dengan adanya orang luar, saya berharap ada keinginan untuk merubah kondisi negatif tersebut. Sebab selama ini secara internal peroalan tersebut tak pernah diselesaikan.
Wajah FH Untirta ini sedang dibicarakan di luar sana. Saya dan juga teman-teman dosen muda berupaya ‘menyelamatkan’ wajah fakultas, menyelamatkan wibawa kepemimpinan. Umar bin Khattab pernah berujar, jika ada 1000 orang melakukan kebaikan pastikan kamu ada di antaranya, jika ada 100 orang berbuat kebaikan pastikan kamu di antaranya jika ada 10 orang berbuat kebaikan pastikan kamu di antaranya, jika ada 1 orang berbuat kebaikan pastikan itu adalah kamu. Maka kita harus menganalisa apakah kita bagian dari masalah atau bagian dari solusi.
No comments:
Post a Comment