Senin (7/7) lalu, saat persidangan atas terdakawa Aman Sukarso ditunda karena jaksa penuntut umum berhalangan hadir berkaitan dengan Pekan Olah Raga (POR) Kejaksaan se Banten, saya menyempatkan diri menemui wartawan. Di ruang pers di belakang ruang sidang, hanya ada Fierly dari Banten Raya Pos dan Kiki dari Fajar Banten (Kiki memakai kode H-33 dalam pemberitaan di Fajar Banten).Belum ada penggunaan By Line di media cetak Banten, kecuali pada berita berjenis feature di Radar Banten yang biasanya berada di halaman depan bagian bawah, mirip feature pada Kompas. Sayang tak ada Chandra Dewi dari Radar Banten.
Saya menyampaikan pada Fierly dan Kiki agar menuliskan berita dengan memperhatikan prinsip-prinsip jurnalistik, fairness dan balance. wartawan harus tak berpihak kepada keduabelah pihak dan harus berimbang dalam pemberitaan. Wartawan harus berpihak pada kebenaran. Kebenaran yang mana? Kebenaran yang muncul dalam persidangan. Kebenaran yang diungkapkan para saksi. Kebenaran yang berlapis dari pekan ke pekan. Selama ini saya melihat wartawan berpihak pada jaksa. Banyak sekali fakta yang muncul di persidangan yang menjelaskan duduk perkara kasus jalan akses Pasar Induk Rau (PIR) Serang yang meringankan terdakwa tak ditulis wartawan. Fierly meminta contoh fakta-fakta tersebut. Saya menjelaskan misalnya, ketika saksi RA Syahbandar (Sekretaris Daerah Kabupaten Serang sekarang) ditanya hakim tentang kerugian negara. RA Syahbandar mengatakan tak ada kerugian negara. Demikian juga saksi lainnya seperti Dirgana, menjawab hal yang sama ketika ditanya manjelis hakim apakah ada kerugian negara. Belakangan semakin banyak saksi yang mengatakan tak ada kerugian negara dalam kasus jalan akses PIR. (Ada banyak fakta lain yang tak diberitakan wartawan, saya tulis dalam tulisan terpisah).
Saya tak meminta wartawan untuk berpihak pada terdakwa. Saya hanya meminta wartawan berpihak pada kebenaran sebagaimana seharusnya wartawan berpihak. Memang banyak persoalan teknis di lapangan, seperti misalnya wartawan dituntut menulis 2 sampai 3 berita dalam satu hari, semakin banyak berita yang ditulis dalam satu hari, semakin berkurang tingkat keakuratannya. Di lapangan saya menyaksikan wartawan tak mengikuti proses persidangan secara utuh atau bahkan tak mengikuti persidangan, lalu kemudian pada akhirnya meminta kesimpulan persidangan pada jaksa penuntut umum (JPU) semata. Sehingga faktanya menjadi sepihak bahkan terkadang tak sesuai dengan fakta yang ada dipersidangan (pernah ada dalam suatu hari JPU Hidayat terpojokkan dengan pertanyaannya sendiri saat bertanya pada saksi Dirgana tentang pengeluaran uang Rp 1 miliar yang tak sesuai prosedur karena tak ada (surat perintah kerja) SPK dan lain-lain, saat dijelaskan bahwa pengeluaran itu adalah beban sementara (BS) sehingga cukup dengan bend 1 bend 2 dan bend 3, JPU Hidayat tak menyangka ada prosedur BS sehingga tak sesuai dengan skenario pertanyaannya dan runtuh ditengah-tengah, sehingga jurus JPUnya keluar "saudara saksi jangan berputar-putar", audiens bergumam kesal, sebab semua orang bisa melihat yang berputar-putar adalah JPU yang mencoba menyusun skenario konstruksi hukumnya sendiri dan kemudian runtuh di tengah pertanyaannya sendiri.
Berita yang tak sesuai dengan fakta atau terlebih berbohong adalah kesalahan fatal dalam dunia jurnalistik.Fierly dan Kiki kemudian menjelaskan kendala teknis yang dialaminya, misalnya diedit oleh redaktur (Saya mengerti kendala teknis ini, idealnya wartawan belum boleh pulang sebelum beritanya selesai diedit, saya teringat saat menulis kasus penipuan terhadap warga Way Tuba oleh oknum mahasiswa Universitas Lampung (Unila), setelah berita selesai ditulis, M. Ma'ruf, Pemimpin Redaksi mengedit dengan didampingi saya di sampingnya, ada proses cross check antara wartawan dan editor).
Kiki berterima kasih karena telah diingatkan dan diperhatikan. Fierly meyakinkan "Insya Allah kita dari awal nggak berniat berpihak pada siapapun."
Saya menyampaikan kasus jalan akses PIR ini adalah kasus yang jelas, jangan kemudian dibuat tidak jelas, silahkan ikuti persidangannya, terbuka. Saya meminta maaf jika ada kata yang tak berkenan, tapi saya punya kewajiban mengingatkan. Saya beruntung dengan adanya kasus ini saya juga jadi berkesempatan mengevaluasi pekerjaan wartawan secara lebih intensif. Saya rasa kita semua punya kewajiban meningkatkan mutu jurnalisme di Banten. Sebab semakin baik mutu jurnalisme semakin baik pula mutu masyarakatnya.
No comments:
Post a Comment