Kecerobohan Kejati Banten dalam melakukan penahanan terhadap Aman Sukarso kembali terlihat dari surat perintah penahan yang dibuat. Dalam Surat Perintah Penahanan bernomor PRINT-159/0.6/Ft.1/04/2008, tertera dengan tegas bahwa SPP itu dalam tingkat penuntutan, bukan penyidikan. Namun dalam dasar konsideran yuridisnya kejati mendasarkan pada pasal 20 ayat 1 KUHAP. Seharusnya kejati mendasarkannya pada pasal 20 ayat 2 KUHAP, karena SPP itu dalam tahap penuntutan. Ini kesalahan fatal dasar yuridis.
Pasal 20 ayat 1 menyebutkan untuk kepentingan penyidikan, penyidik atau penyidik pembantu atau perintah penyidik sebagaimana dimaksud dalam pasal 11 berwenang melakukan penahanan. Pasal ini digunakan sebagai dasar untuk melakukan penahanan di tingkat penyidikan.
Sedangkan pasal 20 ayat 2, menyebutkan untuk kepentingan penuntutan, penuntut umum berwenang melakukan penahanan atau penahanan lanjutan. Karena Surat Perintah Penahanan itu ada dalam tingkat penuntutan, seharusnya jaksa mendasarkan pada pasal ini. Sebab kejati kadung 'mem-p21-kan' dan meningkatkannya pada tahap penuntutan. Bahkan Jaksa Penuntut Umumnyapun telah ditunjuk : M. Hidayat, Drs Sukoco dan Edi Dikdaya, ketiganya SH. Kajati menandatangani surat perintah penahanan itu atas saran dari tim jaksa penuntut umum pada Kejati Banten.
Kesalahan ini membuat citra kejaksaan semakin merosot dan membuat kepercayaan publik semakin pudar. Kejati Banten seharusnya mengkaji setiap perkara yang masuk dengan sangat teliti dan hati-hati, bukan mengejar pencitraan semata. Surat Perintah Penahanan itu kini jadi artefak yang suatu saat nanti akan 'bicara'.
No comments:
Post a Comment